Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penggunaan Kata "Dark Jokes" yang Berlebihan dan Kaitannya dengan Ketersinggungan

13 Januari 2020   15:15 Diperbarui: 13 Januari 2020   15:24 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi potret seniman mime: Kiselev Andrey (Valerevich/Shutterstock via Beritagar)

Dalam vlog-nya yang sempat tayang di YouTube, bahkan Pandji Pragiwaksono mengaku betul-betul tidak menyangka akan adanya respon tersebut.

Saat ini juga sering sekali dengan mudahnya mengatakan dark jokes pada suatu candaan. Selama bermain media sosial, lebih sering saya temui di kolom reply twitter pada cuitan dari seseorang. "wah, dark jokes, nih", atau "parah, parah, gelap banget!", bisa juga "duh, dark banget ini". 

Entah apa dan kenapa kata dark jokes menjadi berlebihan dalam penggunaannya, sedikit-sedikit dark jokes, apa-apa gelap.

Dalam film kartun, saya sudah terbiasa menikmati candaan dark jokes dari Family Guy. Film seri kartun asal Amerika ciptaan Seth MacFarlane ini memang terbiasa menyuguhkan candaan yang terbilang kontroversi, bahkan seringkali dark jokes, secara frontal menyinggung SARA, artis, atau tokoh tertentu tanpa sensor sedikit pun.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika kemudian tontonan bergenre adult animation atau animated sitcom ini dilarang penayangannya di beberapa negara.

Dengan segala canda tawanya, komedi tetap mengandung resiko. Sejatinya, membahagiakan semua orang itu di luar kuasa manusia. Demikian pula dengan komedi atau candaan, tidak dapat membuat semua orang tertawa, pasti ada saja yang tersinggung dengan segala pengalaman yang dirasakan sebelumnya.

Lalu bagi saya, dark jokes tetaplah bagian dari komedi yang, suka tidak suka, pasti akan tetap digunakan formulanya oleh sebagian orang secara langsung atau di media sosial.

Namun, memanfaatkan duka juga tragedi seseorang untuk panjat sosial, agar dikenal banyak orang, apalagi hanya sekadar membuat notoifikasi di media sosial menjadi ramai tentu menjadi persoalan lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun