Perlahan, saya dapat mengatasi hal tersebut dan kembali menjalani aktivitas dalam bekerja seperti biasa. Sindrom burnout, dengan atau tanpa disadari harus segera diatasi. Sebab, burnout adalah awal dari depresi, kata seorang Psikolog di University of California Berkeley.
Kejadian tersebut pernah dialami oleh salah satu saudara saya yang bahkan sampai kesulitan untuk tidur nyenyak karena beban pekerjaan dan kurangnya dukungan dari rekan kerjanya. Seakan semua tugas dan pekerjaan yang ada hanya menjadi tanggung jawabnya.
Bahkan, dia bercerita saat berada dalam kondisi tersebut sempat ada keinginan untuk bunuh diri karena merasa depresi. Beruntung, suatu artikel yang berisikan motivasi hidup menyelamatkannya.
Tiba-tiba dia teringat akan sakitnya bunuh diri juga pemikiran bagaimana jika nantinya harus meninggalkan keluarga serta orang tua. Perlahan, dia mulai menemukan kembali jati dirinya dan menjadi seseorang yang optimis dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Bagi para pekerja, jika hanya memikirkan tugas di kantor memang tidak akan ada habisnya. Selalu saja ada yang dikerjakan, berikut juga target yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya meluangkan waktu untuk me time, melakukan apa yang disukai, tujuannya untuk mengisi kembali semangat dan energi.
Siapa pun bisa terkena gejala sindrom burnout, karenanya, saran saya, baiknya kita mengenali batas maksimal pada diri sendiri, kapan harus istirahat atau bahkan kapan harus berhenti, bukan berarti melarikan diri dari tanggung jawab.
Ingat, sekeras apa pun kita bekerja, kesehatan tetap menjadi hal utama meski akhirnya sering terlupakan.
Hargai pencapaian diri, jika memang dibutuhkan, segeralah rencanakan liburan. Apa pun itu, yang penting bisa membuat diri sendiri kembali bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H