Dari pengalaman kerja di bank selama 34 bulan, gue jadi paham soal hiruk-pikuknya bekerja. Mulai dari karakter nasabah, pekerjaan yang numpuk, awal dan akhir bulan yang selalu ramai, belum lagi jaringan/sistem offline. Berikut beberapa rangkuman pengalaman gue dari awal-akhirnya resign.
Pertama, adaptasi gue kerja di bank cukup lama, butuh waktu tiga bulan, sampai akhirnya gue tau alurnya, kalau ada case harus lapor ke mana, cek ke mana, kendalanya di mana. Kalau ada retur transaksi harus gimana. Soal kliring warkat debet, ini gue harus belajar sekitar dua minggu dan terus didampingi.Â
Prosesnya sederhana sebetulnya, tapi ada batas waktu untuk submit ke kantor pusat. Itu yang bikin deg-degan. Apalagi kalau udah ketemu Letter of Credit atau SKBDN, muka gue udah ga ngenakin, pikiran juga ke mana-mana. Ribet buat gue.
Kedua, soal nasabah. Namanya interaksi sama banyak orang, khususnya di dunia pelayanan, kita dituntut untuk bisa menyesuaikan ketika berkomunikasi dengan mereka. Entah melalui telfon atau tatap muka. Di dunia pelayanan, ada yang beranggapan sebenar apa pun kita sebagai "pelayan" mereka, kalau nasabah lagi kesal, ya kita kena marah juga. Hehe.Â
Satu yang pasti, -maaf sebelumnya, mungkin gue salah- gue tidak pernah menganggap nasabah/pelanggan itu adalah raja, buat gue pribadi, ga semua raja itu baik dan bijaksana. Gue tetap melayani dengan baik, tapi tidak sampai berlebihan menganggap mereka raja.
Ketiga, soal rekan kerja. Pertama kali gue datang ke ruangan kerja, pastinya gue deg-degan. Lingkungan kerja baru, suasana baru, teman baru, tanggung jawab baru. Bunda (supervisor yang gue ceritakan di bagian sebelumnya) yang "membuka tangannya" untuk gue pertama kali.Â
Gue nanya ke beliau, apa aja yang akan jadi tanggung jawab gue. Gue inget di minggu pertama gue kerja, gue salah input transaksi transferan dalam negeri, gue yang belum ngerti apa-apa ngerasa bersalah banget ketika itu, tapi kesalahan memang harus terjadi biar gue bisa berbenah diri dari kesalahan yang dibuat.Â
Mas Iweng sebagai senior yang pemahamannya luas banget soal perbankan, banyak tahu soal transaksi, gue belajar banyak dari beliau. Ada satu kalimat dari Mas Iweng yang gue inget banget dan nempel di kepala sampai dengan saat ini (no offense, Mas Iweng, hanya sekadar mengingat kejadian. Hehe), "lu ga akan ada di sini bareng kita, kalau Sinta (rekan kerja terdahulu) ga pindah posisi". Waktu itu gue bingung dan mikir, "Loh? Ya mau gimana, ini kan rezeki gue, gue pun masuk ke sini usaha sendiri, ga pakai orang dalem".Â
Kejadian itu membekas hingga sekarang. Bu Tini, senior yang biasa handle transaksi luar negeri dan penggajian instansi pemerintah pun swasta. Bu Tini ini kalau awal dan akhir bulan ga boleh diganggu, karena lagi sibuk-sibuknya ngurusin gajiannya orang lain. Mas Iweng biasanya selalu ngingetin sambil berbisik, "jangan ganggu lu, tar dimarahin".Â
Kalau inget itu, lucu aja, kami jadi ga banyak tingkah di ruangan. Hehe. Ada juga si kliring man, Deri. Dia tiap habis proses kliring, balik dari lembaga kliring, keluhannya hampir selalu sama, "ih, cemilan di kantor abis mulu kalau gue udah balik, ga disisain apa". Kocak, dia selalu keabisan cemilan dan biasanya kami ga inget buat nyisain.