Mohon tunggu...
Seto Permada
Seto Permada Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Konten

Penulis Cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Topeng Prastiti

17 April 2018   12:15 Diperbarui: 17 April 2018   12:31 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia ada di balik topeng.

Kaki Prastiti lentik mengentak lantai panggung pada pagelaran Tari Topeng. Para undangan dan penonton yang terhormat bertepuk tangan meriah. Mata dara yang belum genap 17 tahun itu menguasai semesta. Namun mata semesta tak mampu menjangkau matanya di balik topeng. Ia merasakan energi mistis merasuki tubuhnya; menjalar pelan-pelan; merasuki tariannya. Seketika gerakan bertambah liar dan berani.

Wanita berkebaya di belakang panggung nampak cemas. Beberapa kali keningnya diurut supaya ketegangan dalam dirinya mencair. Ia menoleh sekali lagi pada anak tunggalnya yang gerakan dan tubuhnya sedang dikuasai oleh Mok Ampir: Roh Agung bagi penari-penari topeng Kampung Gunung Wayang.

"Seharusnya aku yang di sana, Mas Bering!"

"Penari topeng perlu regenerasi, Raihanum."

"Lihat kakinya yang dara dan tak berdosa. Jiwanya belum kuat dimasuki setan alas...."

Mas Bering menatap tajam pada Raihanum, seolah ingin mengunci mulut wanita yang tak tahu sopan itu. Namun urung. Ia menata sederetan topeng yang berserakan, menempatkannya tersusun di kotak rak. Setan alas; penghinaan pada Roh Agung adalah bentuk kejahilan. Selama ini, kelangsungan Tari Topeng juga berkat adanya Roh Agung, pikir Mas Bering.

"Hemm!" Mas Bering menggertak meja kuat-kuat.

Raihanum memeriksa kembali bagaimana keadaan anaknya. Di tengah panggung itu, beriringan dengan suara bonang dan gambang-suling, Prastiti menari semakin gila. Dua kancing kebaya atas dilepas, serta sebagian ujung rok dirobek. Raihanum merasa terpukul, betapa dara di sana belum pantas mempertontonkan perhiasannya kepada umum. Belum pantas menuruti kemauan Mok Ampir. Ia ingin berlari menyadarkan gadisnya, tapi segera ditahan tangannya oleh Mas Bering.

"Anakku, kasihan anakku. Dia belum siap."

"Hentikan tindakan bodohmu, Hanum! Kamu hampir saja mengusik kesenangan Mok Ampir. Apa yang terjadi tanpa Mok Ampir? Ya, ya. Warisan Tari Topeng akan runtuh! Kendalikan dirimu, Hanum. Hanya dua jam. Sebentar lagi...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun