Mohon tunggu...
Seto Galih Pratomo
Seto Galih Pratomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Anggota Parlemen Remaja DPR-RI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pawang Hujan Ditinjau dari Kacamata Moderat

22 Juni 2022   21:16 Diperbarui: 22 Juni 2022   21:24 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhelatan event dunia Moto GP pada Maret 2022 ini merupakan suatu hal yang membanggakan bangsa Indonesia. Setelah 25 tahun penantian pada tahun 1997, Moto GP Kembali ke tanah air Indonesia. Bangga Indonesia, apresiasi untuk Presidensi G20 dan Presiden RI Joko Widodo yang mampu memimpin Indonesia membuat sirkuit Mandalika dan mengadakan event besar MotoGP untuk Indonesia semakin mendunia. Semua anak bangsa bergotong-royong untuk mengharumkan Indonesia, harapan penulis setelah ini di perhelatan Formula E di Jakarta juga seperti ini tidak mementingkan ego politik masing-masing, sudahi istilah cebong dan kampret.

Juga tidak lepas sosok yang menyukseskan di balik layar, ya beliau Gubernur NTB waktu itu, Dr. TGB. Zainul Majdi yang menurut salah seorang rekan kerja beliau, Aguk Irawan mebeberkan usaha TGB dalam berusaha keras dalam pembebasan lahan untuk membangun sirkuit dan meyakinkan Presiden RI juga penyelenggara Dorna Sport bahwa Lombok mampu bersaing dengan beberapa provinsi lain di Indonesia. Namun beliau kemarin hanya duduk di Tribun penonton, bahkan sudah dibujuk agar duduk di Tribun pejabat tapi beliau menolak.

Walau menghabiskan anggaran sampai trilitun tapi tidak sebanding dengan harga diri Indonesia. Sejanak penulis teringat langkah Presiden RI ke-4, Gus Dur yang menghabiskan anggaran negara untuk keliling dunia, untuk mengokohkan harga diri bangsa Indonesia di kancah internasional.

Ada yang cukup menyita perhatian publik saat akan memulai balapan MotoGP. Sorotan dunia bukan ke pembalap yang ingin memacu kendaraan, namun kepada pawang hujan mbak Rara yang melakukan atraksinya di tengah lapangan sirkuit saat hujan lebat. Banyak orang yang terheran-heran, bahkan tidak sedikit yang mencibir atau menghujatnya.  Namun keadaan berkata lain, tidak lama, hujan berhenti dan balapanpun dimulai. Bahkan sampai penyelenggara, Moto GP dalam twit nya berkata "It Worked" dan berterima kasih lewat postingann Instagram.

Setelah itu, muncul beberapa konten di jagat dunia maya tentang pawang hujan. Bahkan viral vidio seorang penceramah terkenal yang mengharam-haramkan atau menyalah-nyalahkan adanya pawang hujan. Yang sebelumnya, membid'ahkan wayang kulit dan diminta untuk dimusnahkan saja. Walaupun itu vidio lama, selagi tidak ada vidio baru beliau yang menyanggah atau menglarifikasi vidio lama, maka argumen beliau tidak berubah seperti itu.

Hal ini penulis sayangkan, karena berpotensi memecah belah bangsa dan provokatif. Seyogyanya bersikap moderat dan saling mendukung untuk Indonesia semakin mendunia.  Dengan bersikap moderat, bukan dengan mengafir-kafirkan, menyalah-nyalahkan, atau menyirik-syirikan. Semua punya kepercayaan dan jalan masing-masing. Si pawang hujan mbak Rara dengan kepercayaannya membantu Indonesia semakin mendunia. Kita ya dengan cara kita. Bukan malah menyalahkan orang yang sudah berusaha untuk membantu Indonesia. Kalau tidak sependapat atau tidak satu kepercayaan, diam dan menghormati saja.

Dalam Islam pun sudah diajarkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW bukan bid'ah yakni ritual meminta hujan atau sholat sunnah istisqa'. Juga Nabi mengajarkan untuk menolak hujan atau menggeser hujan ke tempat yang lain. Seperti dalam kitab Shohih Bukhari yang diriwayatkan dari sahabat Anas RA, bahwasanya Nabi SAW suatu Ketika pernah berdo'a;

Allahumma hawalayna wa la 'alayna, Allahumma alal akami wad thirobi, wa buthunil audiyyati wa manabitis syajari. Yang artinya: Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami, dan jangan turunkan kepada kami untuk merusak kami. Ya Allah turunkanlah hujan di dataran tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan. 

Dari hal di atas saja sudah dicontohkan Nabi SAW, namun masih ada saja yang mengolok-ngolok bahkan mengafirkan dan dijudge sholatnya tidak diterima 40 hari karena berbuat syirik termasuk pejabat yang menyewa jasa pawang hujan. Hal ini merupakan hal yang tidak patut, mengingat pawang hujan hanya berdo'a dengan keyakinannya kepada Tuhannya agar hujan bergeser. Terlepas dari sesajen dan lainnya itu kearifan nusantara yang tidak perlu dibenturkan dengan agama. Mengingat dahulu para pembawa Islam ke nusantara, walisongo mengislamkan nusantara, namun miris saat ini ada kelompok yang membenturkan Islam dengan negara atau budaya.

Itu baru pawang hujan, belum lagi apalagi kearifan lokal lainnya seperti atraksi Reog, Kuda Lumping, Debus, dan lain sebagainya. Jika semuanya dikafirkan dan dimusnahkan atau tidak dilestarikan kebudayaan Indonesia maka nantinya Indonesia tidak ada budaya atau jati diri bangsa. Berbanggalah menjadi bangsa Indonesia yang punya ragam budaya, tidak ada negara yang bisa menyamakan keragaman yang Indonesia miliki. Hanya Indonesia, maka berbanggalah! Bukan seperti mereka sebagian golongan yang bicaranya inginnya pindah negara atau negara ingin dirubah sesuai dengan persepsi mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun