"Ayo, nanti Pak Seto harus nyanyi..", ujar juru masak satu ini, Sri Yekti, perempuan sekitar empat puluh lima tahun yang akrab dipanggil Brekele ini, dengan semangat. Dan kutanggapi dengan tawa. Ruang hiburan sudah disulap menjadi tempat karaoke, bersusun satu ampli, dvd player dan dua speaker kecil. Di sekitar sudah berjajar roti, ayam dan jagung yang siap dibakar. Serta es sirup lemon menjadi pilihan penawar dahaga. Mulailah kami membakar jagung, ayam dan roti. Semua dari kami bergabung, operator, driver, fuelman, dan jabatan-jabatan lain berkumpul menjadi satu, seakan sebuah keluarga yang sangat besar. Detik demi detik, lagu demi lagu dilantunkan, dari Pance sampai Rhoma, bergantian masing-masing melagukan. Ternyata, mereka berbakat juga di bidang menyanyi, kukira hanya mengoperasikan excavator, bulldozer, atau mengemudikan Scania, Volvo saja, ternyata bakat mereka besar. Mas Pur sang exca, Pak Yassin bos mekanik, Pak Jito si Safety, bahkan Brekele, semua mengeluarkan bakat seni mereka menyanyi dan bergoyang. "Hmmm...", gumamku mengamati dan berpikir, unik, kami yang tidak ada hubungan darah, bisa sedemikian seperti keluarga, keluarga besar yang akrab. Di sisi lain, aku merindukan istriku disana, keluargaku, teman-teman lamaku. Dan aku hanya bisa mencoret-coret dinding ini, sebagai obat rindu ketika nanti engkau membacanya. "Hoooaaheemm...", kantuk mulai menyerang, disana masih terdengar lagu-lagu dinyanyikan, tapi mata sudah tidak bisa kompromi. #catatan sederhana saat merindu - klakson truck Scania ternyata lebih mantab daripada terompet kertas# 01.30 WITA (wah..lebih dulu tahun barunya ternyata..)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H