Hal diatas terjadi pada waktu tahun ajaran baru 2018 dimana waktu itu anak saya baru lulus Sekolah Dasar, dan secara kebetulan penerapan pilih sekolah secara digital (baca : online) baru dijalankan di tahun kedua, jadi masih anget - angetnya dan masih dalam masa euforia karena biasanya prosesi pilih sekolah kan manual yaitu datang ke sekolah baru (sekolah negeri pastinya) untuk proses mencari informasi dan sekaligus melakukan pendaftaran jika syarat yang dibutuhkan dibawa lengkap.
Nah di tahun 2018 tersebut, kami tidak perlu datang langsung ke sekolah yang diminati namun cukup membuka website/situs Dinas Pendidikan dan whalaaa disana sudah ada berbagai pilihan sekolah (negeri tentunya) di berbagai kawasan (baca : area/lokasi) yang terbagi dalam rayon, setelah kami pilih rayon yang termasuk dalam lingkungan tempat tinggal/domisili maka kami diinstruksikan untuk memasukkan No Hasil Kelulusan dll, oiya kami diberi dua pilihan dalam proses pilih sekolah yang pertama adalah pilihan prioritas dan yang kedua tentu saja alternatif atau bisa disebut cadangan.
Sampai disini (mungkin) jika ada yang menyempatkan membaca tulisan perdana saya ini, pasti akan berpikir "dimananya ya yang adrenalin bisa terpacu?" hehehe tunggu dulu bro, tulisan diawal itu masih prolognya..sabaar...klimaksnya (eits klimaks..tapi gapapa sih hehe) di paragraf ini men, saya lanjutkan ya..setelah selesai mengisi sesuai prosedur barulah kami masuk dalam tahap seleksi secara online, dimana nilai anak kami yang menjadi penentu masih layakkah anak kami berada di bursa pilih sekolah, kalau saya amati memang seperti bursa efek karena daftar kandidat pendaftar sekolah posisinya bisa berubah sesuai dengan pendaftar baru yang masuk (baru memasukkan pendaftaran)Â
Setelah menunggu selama 3 hari maka akan kami dengan sukses keluar dari bursa sekolah yang menjadi pilihannya, dan selanjutnya nilai anak kami berlaga di pilihan sekolah yang kedua, jadi kami menjalani lagi bermain peran layaknya pialang di bursa efek sambil H2C (harap - harap cemas) seperti program serial realiti di stasiun TV swastta yang ternama (duluuu..) dan hasilnya..alhamdulilah anak kami selamat mendapatkan bangku istilah orangtua kita dulu) di sekolah yang menjadi prioritas kedua...kecewa? yaah pasti ada lah namun kami masih bersyukur karena anak kami masih bisa menempuh pendidikan di sekolah negeri dan tak terasa sekarang anak kami sudah berada di kelas 9
Yaah namanya orangtua jaman digital, mau gak mau ya harus mau untuk belajar sesuatu yang berhubungan erat dengan teknologi agar kita dapat mengawasi anak - anak kita yang semakin jago dalam mengoperasikan gadgetnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H