[caption id="attachment_205275" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi - www.okezone.com"][/caption]
Yogyakarta pada zaman dulu terkenal sebagai Kota Pelajar dan Mahasiswa, karena di kota yang kecil itu terdapat sangat banyak sekolah dan perguruan tinggi. Di sepanjang jalan, bahkan masuk gang-gang, terdapat sekolah dan kampus dengan megah yang dipadati para murid dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa ini datang dari berbagai penjuru tanah air, yang merasa nyaman belajar di ketenangan kota Yogyakarta.
Seiring dengan berjalannya waktu, sepertinya citra itu sudah tidak terlalu kuat. Minat mahasiswa dari luar Jawa untuk belajar ke Yogyakarta –mungkin—sudah tidak sebesar dulu. Hal itu bisa dilihat dari menurunnya jumlah mahasiswa, bahkan ada beberapa kampus yang gulung tikar dan bergabung dengan kampus lainnya. Persaingan antar kampus rasanya semakin ketat untuk bisa mendapatkan mahasiswa dengan berbagai macam cara. Sejak dari undangan ke sekolah, “jemput bola” ke daerah-daerah, bebas uang masuk, bebas biaya kuliah dengan syarat tertentu, dan lain sebagainya.
Saat ini di berbagai ruas jalan dan tempat-tempat strategis, terpampang iklan perguruan tinggi. Bukan hanya di Yogyakarta, namun juga kota-kota di sekitarnya. Iklan outdoor tersebut sangat mencolok mata karena ukurannya yang besar, sehingga mudah terlihat dari kejauhan. Apalagi dipasang di lokasi yang padat manusia, seperti di perempatan jalan yang ada traffic light-nya. Dengan mudah kita melihat dan membaca pesan iklan kampus tersebut. Saya yakin ini adalah bagian dari cara perguruan tinggi untuk bisa eksis dan mendapatkan banyak mahasiswa di Yogyakarta.
Semula saya merasa wajar dan biasa saja. Namun setelah melihat banyak contoh iklah perguruan tinggi, saya merasa agak heran. Ternyata banyak iklan perguruan tinggi yang memajang gambar perempuan cantik mengenakan jaket almamater. Saya tidak tahu apakah mereka bintang iklan, atau benar-benar mahasiswi di kampus itu. Semula saya berpikir, mungkin itu perguruan tinggi yang khusus perempuan. Namun ternyata tidak, karena itu adalah perguruan tinggi umum, ada mahasiswa dan ada mahasiswinya. Tidak khusus untuk perempuan.
Lalu mengapa gambar yang dipasang di iklan adalah gambar perempuan cantik? Mungkin karena itu diharapkan menjadi daya tarik, karena dengan wajah-wajah cantik yang tampak “sumringah” itu, membuat orang betah berlama-lama memelototi iklan perguruan tinggi tersebut. Strategi iklan ? Mungkin saja. Tapi saya tetap masih menyimpan pertanyaan, mengapa gambar perempuan cantik ?
Anak saya menjawab dengan cepat, “Ya jelas harus cantik lah. Kalau yang dipasang perempuan jelek mana ada yang tertarik dengan iklan itu?”
Konon, perguruan tinggi itu tempat penanaman idealisme. Berbeda dengan iklan produk makanan atau iklan obat yang cenderung praktis dan pragmatis, rasanya perguruan tinggi merupakan mimbar akademik yang memiliki standar ilmiah ketat. Berbeda pula dengan rata-rata partai politik yang sekedar mengejar simpatik masyarakat.
Begitu keras persaingan antar perguruan tinggi di Yogyakarta dan kota-kota lainnya. Semua ingin eksis dan mendapatkan banyak mahasiswa. Strategi iklan ditempuh agar masyarakat memiliki awareness terhadap eksistensi perguruan tinggi tersebut. Maka pertanyaannya adalah, iklan seperti apa yang memberikan daya tarik besar untuk diperhatikan masyarakat?
Ternyata jawabannya adalah..........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H