:D
Sejak tadi malem hingga sore ini, Sabtu, 20 2 Pebruari 2000 14 hujan gerimis masih setia hadir mengguyur Jakarta. Kalo nggak terpaksa karena perut laper, males rasanya untuk keluar rumah apalagi bepergian jauh jauh.
Sehabis nyari santapan, dari pada tidur siang siang yang belum tentu memunculkan mimpi indah, iseng iseng bebenah lemari yang berisikan berbagai dokumen pribadi. Saat bersih bersih itu didapati sebuah map kusam yang sudah berusia puluhan tahun. Disitu terselip ijazah SD (Sekolah Dasar) Negeri Tahun 1966 yang sebagian sudah hancur dimakan rengat serta sebuah Buku Rapot yang masih bisa dibaca isinya dengan jelas. Hihihihihi…… nutup muka ah!, malu banyak warna merahnya.
Dibulak balik itu buku rapor, eh… ternyata saya duduk dibangku SD cuman dua tahun (1964-1965). Tahun 1966 langsung ikut ujian kelas enam dan lulus, dapat ijazah dengan nilai ‘lumayan’ pas-pasan. Berbekal ijazah tersebut saya masuk SMP ‘luar negeri’, eh…. maksudnya SMP partikelir (istilah untuk swasta, tempo doeloe).
Menurut ceritera dan berdasarkan analisa data dari buku rapot yang saya miliki, sebelum tahun 1964 anak anak usia sekolahrata rata tidak punya ijazah SD tapi bisa langsung masuk SMP. Saya hampir yakin, jangan janganpak SBY, Wiranto dan segenerasinyanggak pada punya Ijazah SD. Bukan itu saja lho!, sayapun masih ingat, waktu itu lulusan SMP tidak bisa masuk SMK (Sekolah Menegah Kejuruan). Ini bukan hoax bin ngibul bro!. Lho kok bisa?, Bisa aja, khan semua ‘aturable’ alias bisa diatur.
Penjelasannya begini ,
Sebelum Tahun 1964 tidak ada pendidikan formal yang namanya SEKOLAH DASAR (SD) , kendatipun sudah ada Taman Kanak Kanak (non formal). Waktu itu pendidikan formal yang paling rendah disebut SEKOLAH RAKJAT (SR), durasinya enam tahun juga. Lulusannya memperolah Ijazah SR (Sekolah Rakjat), jadi ijazah itulah yang digunakan sebagai syarat masuk SMP, bukan Ijazah SD seperti masa kini.
Nah,… kanapa lulusan SMP nggak bisa masuk SMK. ?, Ya,.. iyalah, lha wong dulu belum ada yang namanya SMK, yang ada untuk sekolah kejuruan disebut STM (Sekolah Teknik Menengah); SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas); SPG (Sekolah Pendidikan Guru); SKKP (Sekolah Kesejahteraan Keluarga Putri); SAA (Sekolah Asisten Apoteker); SPMA (Sekolah Pertanian Menegah Atas). …Hehehehehehe….. Nggak percaya? boleh tanya ke Pak Ahmad Jayakardi deh!
.
.
.
[caption id="attachment_313460" align="alignnone" width="300" caption="Doc. Pribadi 1966"][/caption]
** Catatan : ini hanya sekedar refreshing ajah kok.
Jakarta, 20 2 Pebruari 2000 14;
- Nur Setiono-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H