Mohon tunggu...
Nur Setiono
Nur Setiono Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan swasta yang senang mengamati kehidupan sosial/kemasyarakatan. Sok merasa sibuk. Iseng suka tulas tulis kecil. Ngebanyol OK (tapi bukan pelawak). Serius gak ketinggalan (tapi bukan pakar). Berdomisili di pinggiran Jakarta Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Potret Lagu (ke)Bangsa(an) Kita

11 Agustus 2010   17:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:07 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lagu, sebagai suatu karya seni yang memiliki keindahan di gendang telinga, juga ternyata melalui bait bait syair dan iramannya yang menyeruak masuk ke lubuk hati maupun pikiran manusia yang paling dalam akan mampu menjelma menjadi sebuah energi yang tidak bisa di anggap sepele. Sentuhan syair bernafaskan cinta akan memabukkan mereka yang sedang kasmaran. Deraian air mata tidak akan bisa terbendung, manakala lirik sebuah lagu mengumandangkan kepedihan atau kegemberiaan yang luar biasa.  Demikian pula dalam perjuangan yang bersifat heroik seperti dijaman pra kemerdekaan NKRI, kontribusi lirik lagu bertema kebangsaan mampu berperan sebagai pemotivasi masyarakat untuk melawan segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh 'tuan dan nyonya' penjajah negri. Sebut saja Lagu Indonesia Raya, gubahan komponis WR. Soepratman. Begitu lagu tersebut dikumandangkan untuk kali pertama dalam Kongres Pemuda Indonesia I, tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, langsung ampuh memompa semangat perjuangan dan persatuan para pemuda kala itu untuk segera bisa lepas dari kungkungan penjajah Hindia Belanda.  Lirik lirik yang terkandung didalam lagu tersebut juga sempat membuat Pemerintahan Belanda berdiri bulu-kuduknya, sehingga reaksinya hendak selalu melarang lagu lagu berciri khas macam itu untuk di nyanyikan di seantero negeri jajahannya. Kini, Indonesia Raya mungkin pula termasuk lagu perjuangan lainnya, hanya dinyanyikan secara 'koor' pada acara acara seremonial tertentu, seperti pada upacara kenegaraan, penyambutan tamu negara, upacara di sekolah menengah kebawah dan atau cuma pada waktu perayaan 17 Agustusan yang boleh jadi tidak terhayati makna syair yang terkandung didalamnya.  Diluar itu?.......... nampaknya sudah terpinggirkan, bahkan bisa jadi syairnya pun sudah banyak yang lupa, tersudut oleh hingar bingarnya lagu lagu kekinian.  Katanya perkembangan musik maupun para komponis Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, tapi nyatanya lagu yang bernuansa perjuangan untuk memacu rasa nasionalisme anak bangsa tidak ada yang baru. Terakhir memang ada "Gebyar-gebyarnya" Gombloh serta Grup Band Coklat dengan "Bendera (Perah Putih)nya", namun keduanya dirasa kurang menggigit bagi kaum muda, sehingga berlalu begitu saja tanpa makna berarti, walaupun pemerintah sempat melirik, memberi penghargaan kepada lagu lagu tersebut. Menyedihkan lagi, penyelenggaraan pensi (pentas seni) atau kontes penyanyi anak anak dibawah umur yang nota bene adalah generasi penerus bangsa, terpaksa harus ikhlas menyuguhkan lagu lagu bertema remaja atau orang dewasa, yang tentunya tidak sesuai porsinya dengan anak anak seusia tersebut. Itu semua apa karena jaman sudah berubah?. Entahlah, tidak berani menjawab.  Padahal, masalah bangsa terlihat menganga, bahkan bisa semakin lebar  tanpa ada solusi yang memadai, seperti kerusakan lingkungan, kemiskinan, pendidikan, tindak kekerasan dimana mana, hilangnya rasa kebersamaan dan lain sebagainya. Acapkali kita mendengar kegundahan dari berbagai fihak atas mulai lunturnya jiwa patriotisme dan nasionalisma dikalangan generasi muda kita, sehingga keutuhan NKRI diambang cerai berai. Mereka, para anak negeri, tanpa kecuali para pemimpinnya sibuk dengan urusan dan mimpinya masing masing. Anggaplah perjuangan fisik sudah berakhir, akan tetapi mengilhami dan menggalang spirirt nasionalsme maupun persatuan tetap harus senantiasa digelorakan, tidak boleh lekang dimakan jaman. Mungkin kemasannya yang harus beradaptasi sesuai dengan kemajuan peradaban dunia. Lantas kita harus berbuat apa sekarang?.  Kita mencoba merajut kembali, syukur langsung meresapi arti pentingnya makna yang terkandung didalam lagu lagu kebangsaan/perjuangan yang sudah dengan susah payah diciptakan oleh generasi pejuang sebelum ini.   Setidaknya disetiap ada kesempatan atau envent tertentu, membiasakan diri sejenak, secara bersama sama dengan hidmat kita kumandangkan lagu lagu tersebut sebelum acara pokok dimulai. Efeknya memang luar biasa, seperti pengalaman yang sudah pernah penulis prektekan sendiri dalam kesempatan kecil berkumpul untuk suatu acara, misalnya rapat organisasi, pelatihan kerja dan semacamnya. Kita secara tidak sadar jadi lebih memiliki rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan sebagai sesama anak bangsa Indonesia. Bait terakhir :"Indonesia Raya Merdeka Merdeka....... Hiduplah Indonesia Rayaaa" *) foto patung WR. Soepratman 'catutan' dari sebuah blog. Jakarta, 12 Agustus 2010; -Nur Setiono -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun