Mohon tunggu...
Nur Setiono
Nur Setiono Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan swasta yang senang mengamati kehidupan sosial/kemasyarakatan. Sok merasa sibuk. Iseng suka tulas tulis kecil. Ngebanyol OK (tapi bukan pelawak). Serius gak ketinggalan (tapi bukan pakar). Berdomisili di pinggiran Jakarta Timur

Selanjutnya

Tutup

Humor

Grup Pencinta Alam Kompasiana Kesasar di Hutan (1)

25 Mei 2012   14:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:48 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1337955460388063269

** bagi para tetangga, kerabat, famili, teman temin kompasianers yang namanya tercatut alias terseret seret tanpa permisi, mohon beribu maaf & tolong zangan mensomasi tapi cuckup kirim siomay azah ,...................hehehehe cuman  guyonan, sambil meringis**

Kendatipun rata rata usia mereka sudah mulai menua, namun beberapa Kompasianers dibawah ini masih memiliki semangat 45 berkobar kobar untuk menjelajahi gunung gunung dan hutan belantara. Sebutlah mereka pak Yusuf Dwiyono; pak Guru Bain ‘onthel’; pak M. Armand; bu Ariyani An; bu Bidan Romana Tari yangnama topnya Bidan Care; bu Nurhaida dan yang masih muda adalah bung Opik.

Mumpung cuti bersama, mereka bertujuh bermaksud ‘membedah’ hutan penuh mitos melalui lereng gunung yang terjal dikawasan Sumatera Selatan. Pak Yusuf yang didapuk sebagai kepala suku,….eh…. ketua rombongan tentu telah membuat perencanaan nan matang, dari mulai persiapan logistik, fulus, teknis perjalanan dan tetek bengek keperluan ekpedisi pada umumnya.

“Bu Romana, anda sebagai yang tahu tentang kesehatan tolong siapkan obat obatan dan…. hehehe ‘piscok’ (pisang coklat) kesukaan saya” pinta pak Yusuf pada Bidan Care di tengah tengah meeting persiapan

“Siap pak Yus, laksanakan” jawab Bu bidan, sembari kurang memperhatikan permintaan yang disebut terakhir pak ketua tadi.

“Untuk pak Armand dan pak Bain, jangan lupa bawa alat komunikasi dan beberapa buku pelajaran, terutama Bahasa Inggris” ujar pak ketua kepada beliau berdua. Terang saja permintaan dimaksud begitu janggal di telinga, masak mau masuk hutan kok bawa buku pelajaran sekolah. Oleh karena itu pak Bain dan pak Armand bertanya. Setelah dijelaskan duduk persoalannya oleh pak katua, barulah pak guru + pak dosen tersebut manggut manggut pertanda setuju. Dimana salah satu tujuan membawa buku pelajaran itu yakni, siapa tahu di hutan ketemu kelompok orang orang primitif yang perlu diajaribahasa bule agar mereka nggak ketinggalan budaya, gitoo lho…….. !

“Buat bu Aryani, tolong nanti disiapkan beberapa ‘map’ terbaru; ‘kompas’ dan alat alat tulis untuk membikin catatan. Nah,….ibu Nurhaida jangan lupa bawa perabotan masak, karena ibu nanti tugasnya memasak.” pinta pak Yusuf kepada kedua ibu, yang lantas di iyakan oleh mereka berdua.

Lantaran bung Opik belum kebagian tugas, dengan suara terbata bata (grogi kalie yee?....) dia mengambil inisiatif untuk bertanya kepada pak ketua tentang tugasnya.

“Oh iya,….Anda saya minta mencari dan prepare logistik, termasuk makanan, alat mandi, selimut, tenda dan lain lain. Serta yang penting tugas anda nanti urusan angkut angkut” jelas pak Yusuf kepada bung Opik.

“Aih,….kok angkut angkut bagian saya, berat khan pak. Baiknya rame rame saja biar ringan” protes bung Optik

“Sudahlah,….entar kita lihat saja. Lagian anda masih muda, tenaganya masih kuat. Wajar dong angkat mengangkat tugasnya” kilah sang ketua, pak Yusuf.Bung Opik mau protes nggak berani karena nyalinya seupil doang dakut kuwalat, paling banter cuman ngedumel itupun hanya dalam sanubari.

Pendek kata, segala persiapan sudah rampung abis. Sebelum berangkat tentu teramat kuwalat jika tidak berpamitan sekaligus meminta petunjuk, doa restu dan nitip keluarga kepada para tetua, sambil berharap dapet tambahan sangu bin bekal. Adapun sesepuh yang ditemui adalah Abah Ahmad Jayakardi; pakde Sakimun dan pak Thamrin Dahlan. Ketiga beliau ini memberi wejangan-wejangan bijak secara bergantian termasuk tentu berupa motivasi supaya tetap semangat dan menjaga kekompakan. ”jalankan misi suci ini dengan sebaik baiknya” demikian kutipan dari salah satu ucapan pakde Sakimun. Seusai pakde memberi pengarahan, pak Thamrin & Abah Ahmad coba bertanya, “pakde Saki,…..emangnya misi mereka kehutan itu untuk apa’an?”. Dengan bingung yang teramat mendalam, seraya berhaha-hihi, pakde Sakimun menggelengkan kepala, sebagai isyarat tidak tahu. Lho,.. kok bisa bisanya ngomong, padahal nggak tahu, ….. hehehehehe…… ya bisa dong…. Lha wong pakde Sakimun khan pengarang ceritera hebat……hahahahaha…… BTW, jangankan orang lain tahu misinya, sedangkan para anggota rombongan termasuk ketuanya saja nggak tahu maksud dan tujuan ‘menghutan’ tersebut …… hehehehehe….. aneh bukan?..... ‘makgedebush !!!’

Tibalah saatnya rombongan berangkat, diantar oleh segenap keluarga dengan nyarter 3 unit Bus Trans Jakarta, ‘bus-way’ sampai Terminal Kampung Rambutan. Isak tangis, saling berangkulan penuh kesenduan dalam melepas rombongan tidak terelakkan lagi, persis suasana keluarga tentara disaat tengah mengantar pasukan para suami yang akan menuju medan pertempuran.

Syahdan, sebelum rombongan masuk hutan, terlebih dahulu mereka makan di Warung Makan Padang pinggir hutan atas beban biaya pak Bain ‘Onthel’ pribadi……..hehehehe…tumben mau neraktir.

Selewat waktu solat ashar, pak Yusuf dkk. sudah berada di tengah hutan. Mereka berhenti melepas lelah sambil menyiapkan kapling untuk mendirikan dua buah tenda guna bobok malam.

“bu Romana….”panggil pak Yusuf kepada Bidan Care. “tolong bawa kesini ‘piscok’ pesanan saya”tambahnya.

“Baik pak!”jawab bu Romana singkat, lantas mengeluarkan bungkusan dan diserahkan kepada ketua, pak Yusuf.

“Masa Allah,…….ini apaan?”pak Yusuf kaget dibumbui bengong sejenakbegitu membuka bungkusan pemberian Bidan Care.

“Oh,….itu ‘pispot’ pak!”jawab bu Romana merasa tak bersalah.

“weleh…weleh,…. maksud saya ‘piscok’ alias pisang coklat, saya laper nih!”pak Yusuf menjelaskan sambil mukanya ditekuk. Kuciwa berat rupanya beliaouw.

“hehehehe…. kalo itu nggak bawa pak, kirain bapak mau e’ek….. “kata bu Bidan Romana terkekeh kekeh. Melihat hal itu, semua anggota rombongan pada tertawa terbuahak buahak, kecuali bung Opik lantaran dia masih dilanda kelelahan……“wuahahaha …. hhhaaaa…… “

Esok harinya, setelah sarapan pagi berupa mie instant rebus dan minum kopi pahit cap Oplet olahan bu Nurhaida, pak Yusuf selaku ketua, nyambi mengoles oleskan minyak kayu putih kesekujur leher dan keningnya mengajak diskusi bareng soal rencana pejalanan hari itu.

“Bu Aryani, coba keluarkan ‘map’ yang dibawa” ujar sang ketua membuka rapat.

“Oke pak,……plak … plak” beberapa map disodorkan bu Aryani kehadapan rapat.

“wah ini apa lagi….. buka nyang ginian…tapi map…. map alias ‘peta’, gitoo lho!....” jelas pak Yusuf seraya garuk garuk kepala belakang.

“Oh, … petaaa? ….kirain ‘map’ tempat kertas. Bilang ‘mep’ gitoo, jadi jelas!”. ujar bu Ariyani menahan tawa. ”Walah,……kalo peta mah saya nggak nyiapin pak?” tambahnya.

“Udah…udah sekarang keluarin Kompas aja” pinta pak ketua. Sesaat kemudian bu Aryani memberikan beberapa exemplar Koran Kompas terbitan minggu lalunya. Melihat apa yang dikasihkan bu Ariyani kepadanya, pak Yusuf pada awalnya mau ngomel, tapi diurungkan lantaran keburu ciut hatinya gara gara bu Aryani senyum senyum terus, lagi pula ngapain di hutan kok marah marah, pingin diemut ‘the de meet’ apa?, salah salah malah dituding kerasukan syaiton alias kesurupan. Berabebukan?.

“Begini bu Ariyani, yang saya maksud dengan kompas itu bukan Koran Kompas, apalagi Kompasiana, tapi itu lho!, alat penunjuk araaaaah, PAHAM!” jelas pak Yusuf, meringis getir.

“hihihihi…. paham pak, tapi kalo yang begituan maaf, lagi lagi saya nggak bawa. Saya kira Koran Kompas” jawab bu Aryani,berlagak lugu.

Sementara itu, pak Armand dan pak Onthel sedang sibuk bingung di pojokan tenda, karena satu satunya HaPe sebagai alat komunikasi battrenya ‘memble’, istilah kerennya mah ‘low batt’, akibat semaleman di pake cekikikan berdua mbaca serial si Abal & si Slamet di Kompasiana. Chargernya sihmereka bawa, malah membawa cadangan segala. Cuman, masalahnya nggak ada listrik untuk mengoperasikannya. Kelenger nggak?, jika modelnya kayak begitu.

Nah lho,… kemana bung Opik dan bu Nurhaida kok nggak ada suaranya. Wow,…. rupanya keduanya sedang saling curhat di depan api unggun, sebab cuaca lagi dingin. Bung Opik mengeluh kecapekan, seharian membawa beban berat nggak ada yang mbantuin, ‘kaki, dengkul dan kepala rasanya terpisah, kalo tahu bakalan jadi pelengkap penderita begini mendingan gue nggak ikut deh!", demikian keluhnya pada bu Nurhaida.Sedangkan curhatan bu Nurhaida, ternyata masalah masak memasak, sebenarnya beliau itu bisanya cuman masak air doang, kalo dipaksakan paling bantermasak Indomie rebus, itupun nggak ngalor- nggak ngidul rasanya….. hehehehehehe……

Lantaran banyak kendala, dari pada nyasar, akhirnya petualangan tidak diperlanjut alias diputuskan untuk balik kanan saja. “Lebih baik pulang menanggung malu dari padamalu maluin karena kesasar” begitu falsafah rombongan. Bertolak belakang banget dengan motto Kopassus, “lebih baik pulang nama dari pada gagal dalam tugas”.

Tanpa membuang buang waktu, pagi itu mereka langsung balik arah untuk pulang kandang. Entah karena kecapekanatawa gembira akan segera ketemu keluarga yang dirindukan, mereka tahu tahu bingung nggak tahu arah. “Wah…..gaswat,… eh.. gawat, kita tersesat” ujar pak Yusuf mengingatkan rekan rekannya dengan sedikit gugup dan keringat dingin mulai menjalar sekujur tengkuknya.

Bung Opik yang masih bujangan pikirannya macem macem, “waduh gue khan belom ngerasain uenaknya kawin, malah jadi begini…. ihik…..ihik…” gumannya dalam hati.

Sampai sore arah perjalanan tambah jadi tidak menentu, stok makanan sudah menipis lagi, komunikasi mampet sama sekali. Mereka saling berkeluh kesah, menyalahkan ‘medan’, sementara Bidan Care sibuk memilah obat obatan untuk sekedar jaga jaga, tapi sekonyong konyong dia terperanjat karena yang dia bawa cuman koyo cap Cabe + Rheumason dan sekantong kresek pampers bayi doang. Hehehehe….. napa begitu ya?.

Ehm…. ehm… uuughhhttt….. tarik nafas dulu ah…!

Syahdan para keluarga dirumah begitu panik + sedih lantaran kehilangan kotak…. eh… kontak dengan rombongan. SMSatau MMS tidak dibalas. Ditefon langsung, jawabnya ‘tulalit’ terus. Abah Ahmad; pak Thamrin dan pakde Sakimun sibuk luar biasa menenangkan mereka. “Tenang,…. tenang sodara sodara, firasat saya mengatakan mereka baek baek saja. Mereka khan orang orang ulet, berwawasan luas, tahan banting dan tahu mana jalan yang salah atau yang benar” demikian Abah Ahmad menentramkan para keluarga.Anehnya, walaupun sibuk, para sesepuh tersebut masih tega mencuri waktu dan menyempatkan diri berhaha-hihi di Kompasiana.

"CUT...... hehehehe..... bersambung ke zilid II

** gbr ilustrasi copas punya pakde Sakimun ...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun