Mohon tunggu...
Nur Setiono
Nur Setiono Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan swasta yang senang mengamati kehidupan sosial/kemasyarakatan. Sok merasa sibuk. Iseng suka tulas tulis kecil. Ngebanyol OK (tapi bukan pelawak). Serius gak ketinggalan (tapi bukan pakar). Berdomisili di pinggiran Jakarta Timur

Selanjutnya

Tutup

Humor

Awal Petualangan Cicaknya Bung HFK

18 Maret 2011   09:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:41 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Postingan ini khusus bacaan orang orang kenthir & simpatisannya. (DEWASA)

Sebenarnya tujuan semula  Bung HFK merantau, adalah ke daratan Sumatera Utaradisingkat SUMUT. Akan tetapi entah bagaimana juntrungannya, kok malah terdampar di Jakarta Utara (JAKUT).

Berbekal ijazah persamaan paket “C”, bung HFK berangkat dari kampung halamannya, Jember Utara (JE… eh nggak jadi disingkat ah..!), Jawa Timur, naik kereta api malam Surbaya –Jakarta.

Maklum, karena terbelenggu masalah keuangan, mau tidak mau dia harus numpang kereta api kelas ekonomi. Waktu itu kebetulan momennya bersamaan dengan puncaknya arus balik mudik lebaran. Jadi bisa dibayangkan padatnya seperti apa, sampe-sampe untuk masuk kereta saja dia harus menerobos lewat jendela WC . Untung saja ‘cicak’ satu satunya kebanggaan miliknya nggantung kuat di posisinya, hal ini mungkin karena akar ‘serabut’ sang ‘cicak’ demikian lebat dan nancep jauh hingga ke pedalaman.Kalau tidak ?, sudah bisa dipastikan bakalan ambrol karena ‘kegaruk’ pecahan kaca jedela WC kereta tersebut.

Sampai kedalam kereta api, jangan harap dapat tempat duduk. Bisa berdiri di depan pintu toilet yang ‘aduhay’ pesingnya saja sudah beruntung banget. Bau jasmani, ‘abab’ dan kentut para penumpang campur baur jadi satu, sudah sulit dibedakan mana bau kuetek, abab dan mana bau ‘gas’. Namun demi cita cita keluar dari kampung halaman, ujian semacam itu bukan halangan. Pikirnya bung HFK “ini belum seberapa, bila dibandingkan dengan perjuangan mencari isi perut yang bakalan dihadapinya dirantau nanti”.

Cekak ceritera, sesampainya di statsiun Brebesmenjelang pagi, dimana perut bung HFK mulai menagih sarapan. Melihat pedagang asongan menjajakan telor bebek asin, air liurnya mulai turun-naik, lidahnya mulai diputar putar disekitar bibirnya, ini menandakan betapa ngilernya bung HFK terhadap makanan kesukaannya tersebut. Ditengah godaan itu, tiba tiba dia melihat penjaja telor burung puyuh rebus. Menimbang isi dompet yang mepet, dia mengambil lima butir, namun yang diakui untuk dibayar cuman empat. Nah yang satunya lagi disembunyikan. Si telor puyuh itu dia masukan kedalam celana bagian depan. “plung……. lihat gambar ilustrasi”.

Selang beberapa saat, sekonyong konyong bung HFK cengar cengir, menyeringai, 'cicaknya' nendang nendang bak menahan keinginan sesuatu, kayaknya ‘hasrat’nya lagi kumat berat. Mimik wajah seperti itu nampaknya terlihat oleh si Abal. Lantas didekatilah bung HFK yang sedang meringis tersebut, “hey bung, lu nyolong telor dimasukin ke dalamcelana bukan?”tegor si Abal sambil memperkenalkan diri. Pada mulanya bung HFK tidak mengakui ulahnya. Tetapi akhirnya tidak bisa membantah  setelah si Abal panjang lebar menerangkan bahwa jika mencuri dagangan orang kecil yang jujur, pasti akan kena ‘tuah’ atau karma dengan ‘siksaan’ kejam semacam itu.

Guna mengeliminasi ‘sikasaan’ tersebut bung HFK harus segera bertobat dengan cara mulutnya menghadapurinoir di toilet kereta yang ditumpanginya, lalu beteriak dengan lantang sebanyak tiga kali : “geu ngaku nyolong telor, mohon ampun bro !!”.Aneh bin ajaib, seusai ritual itu dilakukan, lambat laun sang ‘cicak’ mulai mengendor, terus…… terus dan terus bobok pulas sampai tujuan Jakarta.

Begitu sore hari menginjakan kakinya di stasiun Pasar Senen, bung HFK bingung karena nggak tahu harus nginap dimana. Mau mencari alamat familinya dia keder, nggak ngerti arah jalan. Akhirnya ditolong si Abal, diajaknyalah dia ke kontrakkannya berupa rumah petak di bilangan Semper, dekat gudang minyak Jakarta Utara.

Setelah berisitirahat sejenak, si Abal mandi, kemudian menawari agar bung HFK juga segera mandi, setelah itu baru nanti diajak (ngutang) makan bareng di warteg dekat mulut gang.

Disaat bung HFK membuka seluruh pakaiannya di kamar mandi dan mengecek keberadaan ‘cicak’ kepunyaanya, dia terperanjat, seolah olah nggak percaya. Berulang kali matanya dikucek kucek sambil meraba raba sang cicak kesayangannya. ‘Barang’nya sih masih ada ngegantung ditempatnya, size dan bentuknya juga tidak berubah. Namun yang membuat dia hampir pingsan, ternyata ‘telornya’ bertambah satu, total jendral menjadi tiga buah.

Dengan malu malu kucing, perihal tersebut diadukan kepada sobat barunya, si Abal. Sembari tertawa ngakak, si Abal menjelaskan bahwatelor puyuh tadi ditelan oleh you punya ‘cicak’. "Untung  cuman satu, coba kalo kelima limanya....... hahahaha.... jadi apa?". ledek si Abal pula.

Adapun pagi tadi sewaktu bung HFK pringas-pringis, itu rupanya mekanisme ‘penelanan’ sedang berlangsung. Prosesnya persis seperti seekor ular yang sedang berupaya menelan mangsa yang lebih besar dari badannya.

Saran si Abal, agar si 'cicak' normal kembali maka diminta segera saja dioperasi ke akhli bedah kenalannya diluar kota. “Murah kok biayanya. You bisa ngegade’in HP dulu”rayu si Abal.Setelah dipertimbangkan dengan matang, maka keesokan harinya dengan diantar si Abal, bung HFK bersedia mereparasi sang ‘cicak’. Berangkatlah mereka berdua ke kota yang dituju.

Dari hasil pemeriksaan, operasi pembedahan bisa segera dilaksanakan. Pokoke, operasi telah dilakukan dengan baik dan sukses. Beberapa hari kemudian sudah sembuh total dan boleh kembali ke Jakarta. Namun tidak disangka sangka, sesampainya di Jakarta, sang ‘cicak’ kok selalu tidur pulas. Coba disiram secangkir kopi hangat tetap bergeming, cuman ndongak keatas sebentar lalu kembali layu .Bukan hanya itu, fakta lain muncul yaitu tambah mengkerut, nyusut hingga ukuran tertentu yakni sebesar milik anak kecil, atau lebih besar sedikit dari pentul korek.  He...he...he....

He….he….. he……. bisa ditebak, bung HFK sangat malu, kecawa, kecil hati, murung dan menyesali. Mau mengadukan sang akhli bedah sebagai kasus ‘malpraktek’, dia tidak berani, katanya “takut tambah ‘kemaluan’, nanti bisa masuk infotainment”.Padahal khalayak tahu, banyak para ‘kethirist’ yang siap sedia jadi pengacaranya, gratis lagi, kalo diminta.

Akhirnya, rasa ‘kemaluan’ tersebut hanya ditelan sendiri oleh bung HFK, sambil mencari upaya lain, diantaranya pergi ke mak Erot. Sayangnya mak Erot sudah begelar almarhumah. Yang kini sedang di coba yaitu resep dari mas Budi van Boil, “Manfaat Lintah Pacet [Dewasa]”.

He.e.e.e…..heeee……. bagi temen kenthrist yang mau membantu, silahkan kirim Lintah Pacet sebanyak banyaknya kepada yang bersangkutan.

13004408281282259282
13004408281282259282

*He..he…hanyaguyonan kenthir saja……. mohon dipermaaf.

Jakarta, 17 Maret 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun