Mohon tunggu...
Nur Setiono
Nur Setiono Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan swasta yang senang mengamati kehidupan sosial/kemasyarakatan. Sok merasa sibuk. Iseng suka tulas tulis kecil. Ngebanyol OK (tapi bukan pelawak). Serius gak ketinggalan (tapi bukan pakar). Berdomisili di pinggiran Jakarta Timur

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Penipuan: Hati-hati Modus Lama, Sederhana Namun Masih Efektif

27 Februari 2015   06:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:26 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ceritera tipu tipu seperti yang akan saya kisahkan dibawah ini sebenarnya bukan modus baru dan tidak canggih canggih amat, malah cenderung sederhana. Tapi kenapa masih saja ada orang yang terperdaya?.  Boleh jadi ini akibat kita kurang teliti dan lengah dari kewaspadaan serta mudahnya mempercayai orang yang baru kita kenal atau kalau kata istri saya, “jangan jangan si penipu melancarkan ilmu hipnotisme sehingga mempengaruhi  kesadaran kita ”.

Kekurang waspadaan kita, bisa jadi karena kita telah terperangkap oleh pesona, tampilan, cara bicara [komunikatif] ataupun akting si penipu, sehingga secara tidak sadar kita terpengaruh, seolah olah tersihir (terhipnotis) lantas tanpa mampu berbuat apa apa kecuali mengikuti apa yang dimauinya. Repotnya, kita sulit membedakan mana orang yang beritikad baik dan seperti apa yang berniat buruk, manakala kita lagi butuh sesuatu dari fihak lain.

------  **** -----

Bermula dari keinginan pak kepala sekolah menengah di suatu wilayah kecamatan, sebuah kota kecil di Jawa Tengah untuk menjual sepeda motor Ninja Sport miliknya. Guna maksud tersebut, beliau memposting iklan via internet -on line-, hal ini mungkin agar daya jangkau pasarnya lebih luas, karena memang harga sepeda motor tersebut termasuk berkatagori tinggi, sehingga jika dipasarkan secara mulut-kemulut akan sulit mencari peminatnya. Maklumlah berada di sebuah kota kecil yang tingkat ekonomi masyarakatnya relative rendah.

Suatu pagi, sehari setelah peluncuran iklan dimaksud, datanglah kerumah beliau  dua orang yang nampak sopan dan supel, berboncengan  sepeda motor dengan menenteng sebuah tas plastik warna hitam yang “katanya”  berminat membeli sepeda motor dimaksud.  Basa-basi dan perkenalanpun dilakukan sejenak. Pengecekan secara fisik beserta dokumen surat surat kendaraan telah dijalankan bersama, ok dan disepakati harga Rp 36 Juta.

“pak saya coba dulu ya?. Itu temen saya biar nunggu disini, uangnya juga ada dalam tas” ujar sang pembeli meyakinkan,  sembari nunjuk temennya yang lagi duduk santai, merokok diatas sadel sepeda motor bawaannya.

Bersenjatakan obrolan gombal sang calon pembeli, entah bagaimana siasatnya  dengan serta merta, tanpa sadar maupun ba-bi-bu pak kepsek mempersilahkan si pembeli untuk test drive. Sendirian lagi!. Anehnya pula, itu sepeda motor diserahkan secara bulat bulat komplit berikut semua surat suratnya.  Setengah jam, satu, dua jam telah berlalu, si pembeli kok gak nongol balik. Pak kepsek mulai curiga, beliau bertanya sama sang “temen” soal temannya yang tengah test drive tadi. “Lha…..saya khan tukang ojek statsiun yang dicarter oleh si mas tadi.  Sial…!! mana ongkos ojeknya belum di bayar lagi!” jawab orang yang diakui sebagai temenya sang calon pembeli tersebut, padahal dia hanya tukang ojek yang dimanfaatkan oleh seorang bangsat, si penipu.

Ketika tas plastik yang dibawanya dibuka, ternyata isinya beberapa potongan kain dan pakaian bekas yang kumel, dekil of ‘the kuchel’… Pak kepsek tak kuasa berbuat banyak kecuali hanya mengumpat, menyesali & meratapi nasibnya serta melaporkan kepada fihak berwajib, lalu pasrah.

Ceritera ini saya dapatkan sore minggu lalu dari sebuah warung kupat tahu. Ketika itu, 17 Pebruari 2015 saya bersama isteri dan keponkan sempat singgah di warung tersebut sebelum berleha-leha di rumah setelah menempuh perjalanan jauh [Jakarta – Kutoarjo Jateng] dengan nunggang kerta api,  dalam rangka mudik nengok family disana.

Moga peristiwa tersebut diatas mengingatkan kita agar selalu waspada, kapan dan dimanapun kita berada tanpa perlu mencurigai orang lain secara berlebihan.

Jakarta, 26 Pebruari 2015;

-Nur Setiono -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun