Perseteruan antar elit politik kini menjadi dagangan publik. Semakin runcing manakala pesta rakyat mau digelar, dan antiklimaks ketika pestanya bubar. Rekaman yang terus berputar. Bak film yang akan bubar, sepertinya mereka lupa penonton kan melemparkan hasrat amarahnya manakala cerita yang disampaikan jauh dari harapan.
Setelah kurang lebih 3 tahun, akhirnya kawan dari Bogor bersua di dunia maya. Jogyakarta kini ia bersinggah. Telah lama sebenarnya kawan ini keberadaannya telah ku ketahui dari kawan lainnya di Palembang, namun entah kenapa ingin juga ku menyapa.
Bukan hanya Jogya. Kawan lain di Tanggerang, kini ku sambangi. Perjumpaan belum terjadi, sekali lagi kecanggihan teknologi mempertemukan kami. Terucap terima kasih tuk ilmu pengetahuan.
Bersua kembali satu keinginan yang kini, ingin diwujudkan, rupanya menjadi pendorong utama, tapi entah kapan dewa keberuntungan dan waktu berpihak, siapa tahu ? Ya, siapa tahu. Toh, manusia diberi kelebihan untuk menentukan suatu praksis kehidupan. Penghentian hanyalah kecepatan dalam posisi nol meter per detik. Tidak lain dan tidak bukan !!
Pertemuan antar "kawan" di tingkat nasional juga menggelitik. Masih teringat kala SBY dan Sultan yang tidak bersua, akhirnya bersua dalam suasana ringan. Meskipun kala itu ramalan BMG menyatakan kondisi Jogyakarta mendung, dan Jakarta demikian halnya. Toh, akhirnya mereka bertemu. Entah, dalam hati siapa yang tahu, pastinya dalam hati ku meramal percakapan keduanya.
”Rapi juga kamu, Tan, rupanya kau cukur habis kumismu, tuk bertemu ku” ucap SBY dalam hati.
”Ah, bapak bisa saja” ucap Sultan.
Ya, namanya berandai-andai, toh tidak dilarang. Namun, obrolan ringan ini kirannya perlu dihinggapi, jika situasi tensi politik yang ”dianggap” tegang. Situasi serupa terhampar manakala "persekawanan" SBY dengan Mega justru yang dulunya dalam satu ”atap” kini dianggap bersitegang, tidak cocok, saling jaim. Intinya satu sama lain menganggap ”loe, kaga asik lagi deh…”
Bagi kami wong cilik, tentu ini bermasalah, bagaimana tidak, mereka kan, dianggap-sekali lagi, DIANGGAP, sebagai wakilnya rakyat, lah wong wakilnya aja bersitegang, ber-konflik, ber-siteru, ber-”beran”, bagaimana kita?
Pasti, ancur deh, republik ini. Perseteruan kini menjadi, parodi publik yang justru menarik untuk dipertontonkan. Tidak ada bedanya, dengan perseteruan antara Saiful Jamil dengan dua cowo yang dianggap sedang di dalam hati Dewi Persik. Ampun, bro, kok pake ”dianggap” lagi sih…..
Ya, perbendaharaan kata ku, memang tidak banyak, kalaupun kawan memiliki kata yang dipandang cocok, dan nge-klik (kata ini saja baru ku dapatkan) silahkan memberikan masukan.