Hari ini tanggal 9 September diperingati sebagai Hari Olah Raga Nasional (Haornas). Â Sebagaimana tahun sebelumnya, tahun ini Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) menyelenggarakan even sebagai puncak Haornas. Puncak Haornas tahun 2019 dilaksanakan di Kota Banjarmasin. Beberapa kegiatan telah direncanakan untuk mengisi pesta para insan olah raga ini. Selain dilaksanakan pra event berupa bazar, Haornas juga dimeriahkan dengan Gowes Nusantara sekaligus sosialisasi senam SKJDULS. Lalu dilanjutkan dengan pemecahan rekor MURI untuk olahraga karate yang diperagakan oleh 5.000 lebih karateka yang dipimpin oleh Gubernur Kalimantan Selatan. Tak hanya itu, akan ada 23 atlet berprestasi dan tokoh olahraga yang akan mendapatkan penghargaan pada event ini. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa para atlet yang telah mengharumkan nama bangsa.
Haornas dan sejarah kemerdekaan
Sebagaian masyarakat mungkin belum tahu sejarah ditetapkannya tanggal 9 September sebagai hari Olah Raga Nasional. Hornas memperingati tonggak pelaskanaakn even olah raga terbesar di tanah air yaitu Pekan Olah Raga Nasional. PON I adalah PON pertama Indonesia yang diadakan di Kota Praja Surakarta pada 9--12 September 1948. Tanggal pembukaannya, 9 September, kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Olahraga Nasional.
Pekan Olah Raga pertama ini bukan hanya even olah raga biasa. Waktu pelaksanaannya yang masih dalam masa awal-awal kemerdekaan menjadi tonggak bagaimana pemerintah Republik Indonesia yang baru lahir menunjukkan eksistensi di dunia internasioanl.
Konon PON I sebenarnya digelar sebagai bentuk "tandingan" kompetisi dunia Olimpiade XIV/1948 di Kota London, Inggris, karena kontingen Indonesia tidak bisa mengikutinya akibat tak memenuhi persyaratan. Selain itu, PON I menjadi ajang untuk menunjukkan kepada publik internasional bahwa bangsa Indonesia bisa berjaya di bidang olahraga meskipun kondisi politiknya dipersempit akibat Perjanjian Renville.
Di mata dunia internasional saat itu, Indonesia belum diakui sebagai negara berdaulat. Sebagai bukti, kontingen Indonesia yang akan bertanding pada Olimpiade London tahun 1946 tidak diperbolehkan masuk ke negara Inggris. Passpor para atlet berbendera Republik Indoensia tidak diakui. Pemerintah Inggris hanya mengakui passpor Belanda. Â Inilah yang membuat para atlet Indonesia batal ikut bertanding.
PON I membawa misi untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia dalam keadaan daerahnya dipersempit akibat Perjanjian Renville, masih dapat membuktikan sanggup mengadakan acara olahraga dengan skala nasional.
Kota Solo ditunjuk sebagai tuan rumah PON I karena pada saat itu memiliki fasilitas olahraga terbaik di Indonesia dan memenuhi semua persyaratan pokok. Salah satu fasilitas yang dimiliki kota Solo adalah adanya stadion Sriwedari yang dillengkapi kolam renang . Pekan Olahraga Nasional I ini diikuti oleh sekitar 600 atlet yang bertanding pada 9 cabang olahraga yang memperebutkan sebanyak 108 medali. Pesertanya bukan pada tingkat provinsi melainkan pada tingkat Kota dan Karesidenan, sebanyak 13 partisipan ikut serta. Juaranya adalah Karesidenan Surakarta dengan total medali sebanyak 36 medali.
Haornas dan Pesan Sehat setiap hari
Tema Haornas tahun 2019 adalah Ayo Olahraga, Di Mana Saja, Kapan Saja. Tema ini cukup menarik , singkat tapi  membawa pesan mengajak olah raga masyarakat. Berbicaraa olah raga dalam konteks kenegaraan memang tidak dapat dilepaskan dengan capaian  prestasi olah raga. Perjuangan para atlet Indonesia dalam kancah internasianal membawa nama Indonesia. Sebagai negara besar, prestasi olahraga Indonesai masih tertinggal di belakang. Dalam even Olimpiade, kita masih menjadi "negara kecil" yang hanya mengandalkan satu atau dua cabang untuk memperoleh medali. Di Asian Games, kegiatan multi even tingkat Asia, tahun kemarin posisi Indoensia di peringkat ke 4. Bisa jadi faktor tuan rumah menjadi penentu, setelah dalam even yang sama tahun-tahun sebelumnya kita selalu tercecer di bawah. Bahkan di level Asia Tenggara posisi Indonesia kini di bawah Thailand dan Vietnam.Â
Membangun prestasi olah raga adalah penting, karena terkait dengan "harga diri' bangsa di mata dunia. Tapi membangun masyarakat yang sehat melalui olah raga tentu tidak kalah penting. Kita familiar dengan slogan "Di Dalam Tubuh yang Sehat Terdapat Jiwa Yang Kuat". Slogan ini  diambil dari bahasa  Latin Mens Sana In Corpore Sano. Slogan ini merupakan karya sastra seorang pujangga Romawi, Decimus Iunius Juvenalis, pada karya bertajuk Satire X, sekitar abad kedua Masehi. Pada tahun 1861 semboyan klasik itu dipakai John Hulley sebagai motto untuk Klub Atletik Liverpool di Inggris. Sejak saat itu slogan ini menjadi populer di seluruh dunia. Pesan sehat melalui slogan ini adalah fondasi dalam membangun bangsa. Karena untuk melaksanakan pembangunan kita membutuhkan bukan saja tubuh yang sehat tetapi jiwa yang kuat.  Manusia yang sehat akan membentuk masyarakat sehat. Masyarakat yang sehat akan membentuk bangsa yang sehat.