Mohon tunggu...
Setiawan Triatmojo
Setiawan Triatmojo Mohon Tunggu... -

Lahir di Rejang Lebong, 05 - 04 - 1971. Belajar filsafat umum. Pekerja sosial. Saat ini sedang mendalami teologi sosial di Paris.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sumpah Pemuda Peranakan Arab

28 Oktober 2013   04:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:57 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Latarbelakang

Mungkin di antara kita tidak banyak yang tahu tentang peristiwa ini. Dan jujur saja, saya juga baru tahu karena saya ingin membaca lebih jauh tentang Sumpah Pemuda di Wikipedia Indonesia. Saya menemukan informasi yang sangat menarik dan mengejutkan: Sumpah Pemuda Keturunan Arab di tahun 1934. Saya tidak punya waktu banyak untuk menelusuri sejarah asal-usul pemuda keturunan Arab ini, tetapi dalam fakta saat itu jumlah mereka cukup banyak. Dan disebut keturunan Arab karena ayah mereka adalah warga Arab semua dan ibu mereka adalah pribumi (Indonesia), dari kebiasaan bahwa laki-laki Arablah yang boleh merantau dan bila ada yang sudah punya istri, tidak boleh membawa istri mereka. Karena jumlah mereka yang cukup banyak dan mereka tinggal di Indonesia maka status mereka direfleksikan: siapa sebetulnya mereka dan apa yang harus mereka lakukan.

AR. Baswedan

Adalah seorang bernama AR. Baswedan, seorang pemuda berwawasan luas peranakan Arab asal Ampel Surabaya. Dia menulis sebuah artikel yang sangat brilian tentang sebuah sikap nasionalisme yang harus ditumbuhkan di kalangan para pemuda keturunan Arab seperti dirinya. Artikelnya yang diberi judul “Peranakan Arab dan Totoknya”, mengajak keturunan Arab, untuk menganut asas kewarganegaraan ius soli: di mana saya lahir, di situlah tanah airku. Sebuah tulisan yang berisikan ajakan untuk mengakui Indonesia sebagai tanah air. Dalam benak AR Baswedan (masih kerabat Anies Baswedankah?), asal seseorang adalah tempat di mana pertama kali darah tertumpah atau tempat di mana ia dilahirkan. Oleh karena itu tanah air Arab peranakan adalah Indonesia dan kultur Arab peranakan adalah kultur Indonesia – Islam (dalam foto di majalah di mana artikel itu dimuat, AR Baswedan mengenakan blangkon, mungkin untuk simbolisasi dari buah pemikirannya itu).

Lebih jauh  ia menekankan bahwa Arab peranakan wajib bekerja untuk tanah air dan masyarakat Indonesia.  Bahkan ia menegaskan perlunya pendirian sebuah organisasi politik khusus untuk Arab peranakan, agar peran mereka dalam membantu perjuangan kemerdekaan semakin efektif. Namun demikian sebagai pemuda yang sudah berwawasan cemerlang tentang kemungkinan-kemungkinan kesulitan yang dihadapi oleh sebuah organisasi politik khusus seperti ini, ia mengingatkan agar mereka menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan dalam masyarakat Arab, menjauhi kehidupan ekslusif dan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan zaman dan masyarakat Indonesia. Sebuah kapasitas kebijakan yang sangat visioner tentunya. Yang lebih hebat lagi artikelnya yang menggemparkan itu ia tulis saat dia baru berusia 26 tahun. Masih sangat muda namun membuktikan bahwa ia sudah cukup dewasa dan matang dalam wawasan berpikirnya.

Tentu saja selalu ada pro-kontra untuk hadirnya sebuah pemikiran baru. Karena  artikelnya itu, ada sebagian warga keturunan Arab yang sempat berang padanya karena memunculkan gagasan yang dianggap merendahkan diri di mata orang-orang Arab pada masa itu. Namun AR Baswedan tak surut langkah, bahkan melalui harian "Matahari Semarang", ia secara rutin melontarkan pemikiran-pemikiran tentang pentingnya integrasi, persatuan orang Arab di Indonesia, untuk bersama-sama masyarakat Indonesia yang lain berjuang demi kemerdekaan bagi Indonesia. Dan untuk mewujudkan idenya mendirikan organisasi politik itu ia berkeliling untuk berpidato secara tak kenal lelah dari  kota ke kota.

Jadilah akhirnya pada tanggal pada 4-5 Oktober 1934 ia berhasil mengumpulkan para pemuda keturunan Arab dari berbagai kota di Nusantara untuk mengadakan kongres di Semarang. Konon karena kongres atau konferensi itu, masyarakat Arab seluruh Indonesia menjadi gempar. Dalam konferensi Peranakan Arab Indonesia itu lahirlah ikrar bersama dan ikrar ini dikenal sebagai Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab, dengan 3 butir pernyataan yaitu:


  1. Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia.
  2. Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri)
  3. Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indonesia.

Sejak itu keturunan Arab bersatu bersama pergerakan nasional dan meninggalkan identitas ke-Araban. Dan mereka  mengubah identitas dari semangat kearaban menjadi semangat keIndonesiaan. Dan lahirlah sebagai penerus mereka pejuang-pejuang kemerdekaan, sebagai bukti kecintaan mereka atas tanah airnya yakni Indonesia. Dari fakta ini tentu saja kita merindukan bahwa keturunan-keturunan mereka saat ini lebih indonesia lagi daripada kakek-nenek mereka.

Refleksi

Mungkin saja ada pendapat bahwa baik Sumpah Pemuda 1928 maupun Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab, 1934 bisa membuat mereka bersatu, bersumpah untuk bertanah air satu itu disebabkan oleh masih bercokolnya penjajah Belanda dan dalam masa perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Namun saya masih melihat bahwa cara mereka memandang keindonesiaan itu sudah luar biasa. Mereka pasti tidak mengenal wilayah-wilayah Indonesia seperti kita. Tak ada pertolongan alat-alat telekomunikasi modern yang bisa mempersatukan dengan cepat seperti telepon atau Facebook saat ini. Namun mereka ternyata bisa menyatukan hati dan semangat untuk menjadi Indonesia sejati.

Pertanyaannya: "Mengapa justru kita saat ini malah jauh dari semangat itu? Mengapa para pemimpin, pejabat, wakil rakyat justru menceraiberaikan rakyat dengan banyak partai, yang bisa saja satu dan sama dalam aliran (demokrasi, demokrat, demokratik) namun berbeda jalan dan tafsiran? Tak cukup cerdaskah kita bahwa banyaknya partai justru membuktikan kalau tafsiran terhadap kesejahteraan dan persatuan Indonesia masih terlalu luas, jauh, primordial dan malah tidak mengerucut serta tidak kena sasaran? Bahkan sekarang malah terbukti menciptakan penjajah-penjajah korup yang baru atas rakyatnya sendiri?

Jong atas dasar kedaerahan: Java, Sumatra, Celebes, Peranakan Arab memang banyak, tetapi mereka adalah pemuda yang sama: pemuda Indonesia dan punya visi yang sama: kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Apakah pemikiran mereka sudah out of date jika dilihat oleh pemikiran jaman kita kini? Ataukah justru pemikiran kita yang sudah mulai kacau dan rusak karena tak belajar dan berpijak pada cita-cita pendahulu dan para pendiri bangsa? Mari kita renungan bersama.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda_Keturunan_Arab

Salam Kompasiana. Salam Sumpah Pemuda 1928 dan 1934. Jaya NKRI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun