Mohon tunggu...
Paelani Setia
Paelani Setia Mohon Tunggu... Guru - Sosiologi

Suka Kajian Sosial dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belajar dari "Catenaccio" dalam Menghadapi Pandemi Corona

29 April 2020   19:10 Diperbarui: 29 April 2020   19:04 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gol dan kemenangan membuat sepak bola selalu seru untuk ditonton. Hal itu dipengaruhi oleh penerapan taktik atau strategi di lapangan. Salah satu strategi dalam sepak bola yang terkenal adalah Catenaccio. Strategi yang mengantarkan Italia juara Euro 1998 dan Piala Dunia 2006. 

Bahkan, manajer sekelas Sir Alex Ferguson pernah memuji taktik ini yang dituangkan dalam autobiografinya yang berjudul Managing My Life: My Autobiography, "Menyerang akan membuatmu memenangkan pertandingan, namun bertahan akan membuatmu memenangkan gelar".

Dalam taktik tersebut, permainan di lapangan mengandalkan pada pertahanan yang kokoh dengan tujuan mempertahankan gawang dari kebobolan. Sejalan dengan perkembangan sepak bola modern, taktik ini perlahan mulai ditinggalkan klub maupun negara di dunia. 

Namun, dalam perjalannya taktik ini dinilai sukses dalam perkembangan sepak bola dunia. Negara yang identik dengan taktik ini termasuk tumbuh dan berkembang diyakini di Italia sejak tahun 1960-an.

Lantas, jika dikaitkan pada kondisi saat ini dimana dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19, tampaknya taktik ini bisa dijadikan pembelajaran dalam mengahapi virus Corona jenis baru ini. 

Sebuah upaya memaksimalkan pola bertahan pada dalam setiap individu masyarakat, namun memanfaatkan serangan yang berpola sistematis untuk mengalahkan pandemi ini.

Lalu, apa pembelajaran yang bisa dipetik dari taktik Catenaccio sepak bola ini dalam upaya perjuangan melawan virus Corona?

Catenaccio Bukan Negative Football 

Catenaccio berarti "kunci", atau 'baut pintu". Meski terbilang kuno, Catenaccio dianggap kenangan yang tidak buruk khususnya bagi sepak bola Italia tahun 1960-1970-an.

Dalam Buku Taktik Pandit Football Indonesia, Catenaccio merupakan strategi yang dipengaruhi sistem verrou, sebuah strategi yang menggunakan pertahanan berantai yang pertama kali dicetuskan oleh pelatih timnas Austria Karl Rappan periode 1930-1940-an. 

Kemudian pada 1947, Nereo Rocco akhirnya mempelopori Catenaccio Italia ketika menangani club Triestina, dan secara mengejutkan Serie-A 1947/1948 dengan menjadi runner up.

Alih-alih bertahan total, taktik ini adalah bertahan untuk mengawali serangan secara skematis. Oleh karena itu, Catenaccio banyak dianut tim-tim Italia periode 1960 hingga 1970-an. 

Bahkan, ketika digunakan timnas Italia pada Euro 1998, taknik ini berhasil mengantarkan Italia menjadi juara. Kala itu, legenda seperti Franco Baressi, Paulo Maldini, Alesandro Nesta, hingga Giogio Chiellini, lahir dari sistem Catenaccio ini.

Jayeek Chatterjee dalam tulisannya yang berjudul Football Tactics For Beginners: Catenaccio, merilis alasan Karl Rappan menggunakan taktik ini sehingga berkembang dan meraih sukses.

Pertama, cocok bagi para pemain yang secara fisik dan teknis tidak mampu menantang tim yang lebih kuat. Kualitas fisik yang rentan menurun ditambah taktik yang dianggap belum berhasil diterapkan dalam tim, bisa memainkan taktik ini, khususnya menghadapi tim yang jauh diatasnya.

Kedua, menghilangkan individualisme dalam masing-masing pemain, alias menghilangkan faktor kebintangan secara istimewa ketika di lapangan.

Meski demikian, taktik ini justru seringkali disamakan dengan negative football. Padahal dalam prakteknya Catenaccio berbeda dengan negative football yang identik dengan taktik kotor dan identik dengan pecundang.

Namun, negative football juga sering digunakan oleh palatih-pelatih dunia saat ini. Misalnya, dalam laga Liga Champions antara Celtic Vs Barcelona tahun 2011. Pelatih Celtic kala itu Neil Lennon memilih menggunakan negative football dengan menumpuk 10 pemain di pertahanan sehingga sukses memenangkan pertandingan 2-1. 

Gelaran Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan juga dipercaya tidak luput dari banyak pelatih yang menggunakan taktik ini. Terbukti dari 64 pertandingan hanya tercipta 150 gol tercipta, jumlah terminim sejak diberlakukan format 32 tim sejak 1998. Dan yang terakhir, Liverpool menjadi korban dengan dua kali kekalahan dalam lanjutan Liga Champions 2018-2019 oleh Atletico Madrid.

Baru-baru ini taktik negative football ini juga sering disebut taktik "Parking Bus" yang diperkenalkan oleh manajer Jose Mourinho. Uniknya Mourinho mempraktikan taktik ini di beberapa tim yang berbeda, Inter Milan, Chelsea, dan Manchester United dengan memperoleh gelar bergengsi di tim-tim tersebut.

Begitulah sepak bola, karena tujuannya adalah kemenangan, maka tidak diharamkan bagi pelatih untuk menggunakan taktik apapun termasuk Catenaccio atau negative football. Karena dengan begitu, keindahan sepak bola dapat terlihat. 

Apalagi dalam sepak bola modern yang sudah kental dengan industri dunia baru. Dinamisme sepak bola berkembang sangat cepat yang melibatkan unsur-unsur lain, utamanya ekonomi, sosial, hingga politik.

Lantas, bagaimana jika pembelajaran dari taktik ini diaplikasikan dalam menghadapi pandemi Covid-19 seperti sekarang?

"Cattenaccio" Menghadapi Pandemi

Meski Catenaccio dianggap merusak seni sepak bola. Tetapi jika dilakukan dengan benar dan dikolaborasikan dengan sepak bola modern taktik ini akan menciptakan pertahanan yang sangat solid dan kuat. 

Alasannya, tentu hal ini akan membuat tim lawan berhenti mencetak gol. Helenio Herrera dengan Grande Inter-nya membuktikan efektivitas taktik ini dengan memenangkan empat gelar Scudeto Italia dan dua gelar Piala Champions Eropa pada dekade 1960-1970-an.

Strategi dengan memaksimalkan pertahanan yang dipatenkan Catenaccio bisa diambil pelajarannya dalam menghadapi pandemi Corona seperti sekarang. 

Dengan taktik ini, pemain diajarkan untuk tidak menjadi pecundang atau bermain kotor, melainkan gigih mempertahankan pertahanan dan kemudian membangun serangan secara sistematis untuk mencetak gol.

Dengan taktik ini, masyarakat harus dituntut kegigihannya dalam mempertahankan diri, keluarga, dan masyarakat agar terhindar dari virus berbahaya ini. 

Banyak cara bertahan yang baik yang bisa dilakukan diantaranya tidak mudik ke kampung halaman, tetap di rumah, dan beribadah di rumah. Ditambah upaya tetap menjaga kebersihan seperti cuci tangan, dan menggunakan masker.

Semua itu adalah strategi bertahan karena alasan ketidakmampuan manusia secara fisik menolak virus ini, ditambah kesolidan manusia sebagai makhluk sosial yang harus senantiasa dipupuk dan diwujudkan dalam bentuk nyata.

Namun, upaya pertahanan ini harus didukung dengan upaya menyerang yang skematis, seperti mencukupi kebutuhan APD bagi tenaga medis, evaluasi PSBB, dukungan organisasi kemanusiaan, hingga menggerakkan kesukarelaan pribadi untuk membantu sesama. Asalkan tetap menurut pada protokol kesehatan dan pemerintahan sebagai "pelatih". 

Meskipun demikian, pemerintah sebagai pelatih juga harus cermat dan telaten memainkan strategi yang akan dijalankan. Bertahan harus tetap digalakkan, tetapi menyerang juga harus bermodalkan kekuatan seimbang.

Kesemuanya demi memenangkan pertandingan melawan pandemi Corona ini. Kita semua tentu tidak ingin korban kembali banyak berjatuhan, dan semakin larut dalam keadaan yang berpotensi menimbulkan krisis besar terjadi.

Walhasil, sebetulnya kita juga bisa menggunakan taktik lain dalam menghadapi Covid-19 ini dengan yang lebih modern seperti tiki taka, atau gegenpressing. 

Namun, tidak ada salahnya belajar pada salah satu taktik sepak bola yang dikenal dengan "sistem pertahanan kuat" ini ketika menghadapi kondisi seperti sekarang. 

Setidaknya situasi seperti sekarang cocok dilawan dengan taktik Catenaccio ini. Bertahan secara maksimal dengan situasi dan sumber daya yang ada, tapi tetap solid menggerakan segala sumber untuk melawan pandemi ini secara maksimal agar kemenangan di depan mata tetap tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun