Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia melahirkan inovasi media yang ditimbulkannya. Tahun 1991 ketika terjadi Perang Teluk Persia menjadi titik balik kelahiran CNN, sebuah jaringan berita yang sudah berusia 10 tahun dan pernah menyiarkan peristiwa jatuhnya bom AS di dataran Baghdad, Irak. Pilpres AS 2016 juga luput dari penggunaan Twitter dan media sosial lainnya yang turut andil menjadi kekuatan mobilisasi massa. Begitu pun di Indonesia, Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 dipercaya menjadi pertarungan politik dua dunia, dunia nyata dan dunia maya.
Oleh karena itu, ditengah pandemi Covid-19 saat ini mungkin dikenal sebagai pandemi teleconference. Ini terjadi karena wabah wawancara webcam menggunakan Skype, FaceTime atau aplikasi konferensi lainnya seperti Zoom, hingga WhatsApp dimana penggunaannya hampir menyamai penyebaran virus Corona itu sendiri. Dengan physical distancing yang menjadi suatu keharusan, para pekerja kantor, politisi yang sering muncul di televisi, hingga pejabat yang terbiasa rapat di kantor, atau mahasiswa yang harus mengikuti perkuliahan dosennya melalui teleconference, yang biasanya muncul di kelas dengan pakaian rapi dengan rambut yang sedikit dipoles, kini tampak tidak jelas oleh akibat gambar yang beresolusi rendah dari smartphone-nya karena sinyal yang lemah.
Demam teleconference ini membantu masyarakat melaksanakan aktivitas di rumah, mulai dari belajar, bekerja, dan sejenisnya. Maka tidak heran jika salah satu pemilik aplikasi teleconference yakni Zoom, Eric Yuan kekayaannya bertambah USD 20 juta disaat pasar saham global kehilangan USD 4 triliun dan terlepas dari aman atau tidaknya penggunan aplikasi tersebut.Â
Lalu, apakah pertemuan online atau teleconference adalah puncak dari pergeseran budaya masyarakat yang lebih luas dari offline ke online?
Tranformasi Media Digital
McLuhan dalam bukunya Understanding Media, menjelaskan tentang perubahan teknologi sejak awal 1960-an dengan memberikan perubahan, contohnya pada TV 19 inci yang bergambar hitam putih yang digantikan oleh TV 58 inci seperti saat ini yang gambarnya tidak jauh dari layar bioskop. Media TV "keren" ini disebut media yang bersifat "dingin", yang kemudian digeser kembali oleh kehadiran internet yang semakin dingin lagi.
Berkaca pada apa yang sudah dianalisis Manuel Castells dalam bukunya The Rise of The Network Society: The Information Age: Economy, Society and Culture, yang memprediksi bahwa masyarakat dengan jenis baru akan muncul abad 21 dimana alur kehidupannya diatur oleh jaringan telekomunikasi. Masyarakat ini oleh Castells disebut masyarakat jejaring (network society). Gambaran dari masyarakat jejaring ini adalah struktur sosial termasuk kegiatan-kegiatannya diatur oleh jaringan telekomunikasi yang diproses oleh alat-alat elektronik. Akibatnya, timbul interaksi dengan media baru yang memungkinkan orang-orang, kelompok-kelompok kecil berkumpul, berbagi, menjual, menukar barang dan jasa secara online. Interaksi tatap muka, secara ragawi, berkurang oleh akibat lahirnya dunia virtual baru yang yang memungkinkan interaksi sama seperti aslinya.
Namun demikian, apa yang sudah diulas oleh McLuhan dan Castells merupakan efek dari proses perkembangan industrialisasi. Luhan menyebut perubahan TV modern merupakan konsekuensi industri elektronik, juga internet merupakan industri teknologi kehidupan modern. Begitu pun dengan ulasan Castells yang menyebut masyarakat jejaring merupakan konsekuensi dari kelahiran revolusi industri.
Lalu, apakah transformasi media bisa dilahirkan melalui situasi darurat pandemi seperti saat ini?
Tidak ada yang memprediksi persis demikian, namun para ahli menyimpulkan bahwa transformasi media diperoleh melalui revolusi digital yang menerjang manusia dalam situasi dan keadaan apapun. Sarita Nayyar dalam bukunya Digital Media and Society: Implications in a Hyperconnected Era, menjelaskan bahwa kita sudah hidup dalam era ketersambungan manusia sejagat (connected time era) yang mempermudah pekerjaan manusia. Di dalamnya kita tidak bisa melawan perubahan teknologi informasi komunikasi karena era ini akan sejalan dengan kondisi yang dijalankan manusia. Transformasi media digital akan berkembang menyesuaikan apa yang diperlukan manusia itu sendiri.