Baru-baru ini terjadi polemik penghapusan skripsi di Indonesia melalui petisi yang di inisiasi oleh Fachrul Adam dalam Change.org. Per Minggu (5/4/2020) sudah ada 50.029 orang yang menandatangani petisi tersebut.
Polemik ini adalah buntut situasi pandemik Covid -19 yang berdampak pada penelitian skripsi mahasiswa tingkat akhir. Selain itu, polemik ini ditambah tidak efektifnya bimbingan online, termasuk kegiatan observasi lapangan yang terhambat.
Meski demikian, Kemendikbud telah mengeluarkan ketentuan terkait penyelenggaraan program pendidikan di perguruan tinggi, salah satunya mengenai penelitian tugas akhir yang mengharuskan pengaturan metode maupun jadwalnya yang disesuaikan dengan status dan kondisi setempat.
Lebih jauh, sebagai salah satu kewajiban mahasiswa, skripsi bak ibarat karya untuk sumbangsih keilmuan dan solusi praktis masyarakat. Selain itu, sebagai laporan penelitian ilmiah skripsi dirasa penting bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas mahasiswa karena tidak dapat dipungkiri terdapat pula perguruan tinggi yang tidak mewajibkan skripsi sebagai tugas akhir.
Selain skripsi, penelitian-penelitian ilmiah juga bisa dilakukan mahasiswa semisal jurnal ilmiah, artikel, prosiding, dan sejenisnya.
Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa disaat kondisi pandemi seperti sekarang, skripsi seolah tidak bisa dikerjakan mahasiswa? Lalu, bagaimana solusi polemik tersebut?
Kampus dan Budaya Riset IlmiahÂ
Kampus sebagai institusi pendidikan sudah seyogyanya mengajarkan akan pentingnya riset ilmiah. Meski demikian, upaya-upaya tersebut terganjal kendala internal maupun eksternal, apalagi dihadapkan pada era teknologi yang memudahkan memperoleh informasi dan data sebagai dasar riset ilmiah.
Menurut Feuer, Towne, dan Shavelson dalam Scientific Culture and Educational Research pada American Educational Research Association, menjelaskan pentingnya budaya riset ilmiah bagi institusi pendidikan adalah pemeliharaan dan penguatan budaya ilmiah pendidikan.
Ada empat faktor penentu pembangunan budaya riset ilmiah dalam institusi pendidikan:
Pertama, sumber daya manusia. Manusia disini berati kesadaran akan budaya ilmiah pada setiap individu dalam kampus. Termasuk di dalamnya penumbuhan praktik ilmiah dalam upaya penelitian kolaboratif dengan lembaga lain untuk mendorong interaksi dan pembelajaran indisipliner.