Kita sering melihat poster edukasi tertempel di dinding rumah atau taman kanak-kanak. Poster itu digunakan sebagai media pembelajaran bagi anak-anak untuk mengenal huruf, angka, buah-buahan, binatang, sayuran, dan lain-lain. Namun bagaimana jika poster edukasi dibuat asal-asalan?
Minggu lalu, saya membeli lima poster di pasar tumpah seharga dua ribu rupiah per poster. Kelima poster itu berisi gambar angka, huruf Hijaiyah dan latin, buah-buahan, dan jenis-jenis ikan laut. Setelah tertempel di dinding, saya baru sadar kalau ada beberapa kesalahan dan hal yang meragukan.
Pada poster buah-buahan, tersaji gambar buah beserta namanya dalam dwi bahasa: Inggris dan Indonesia. Walaupun penguasaan bahasa Inggris saya cekak, namun saya lihat ada beberapa kesalahan. Mungkin karena salah ketik atau salah referensi.
Mungkin rekan-rekan bisa membantu mengoreksi apakah beberapa contoh penulisan di poster tersebut tepat seperti: Mangisteen = Manggis; Pepeya = Pepaya; Honeydew = Melon; Grape Fruit = Jeruk Baby; Guavana = Jambu Biji; dan Lychhes = Leci. Kemudian apa itu buah Pheaches (Pea)? saya googling adanya Peaches atau buah persik. Dalam poster, Pear tetap diterjemahkan menjadi Pear, padahal semestinya buah Pir.
Melihat temuan itu, saya mencoba mengamati poster jenis-jenis ikan air laut yang tersaji dalam dwi bahasa. Walaupun tak tahu pasti ada kesalahan atau tidak, namun ada beberapa hal yang meragukan. Saya ketik saja sesuai poster biar teman-teman ikut mengoreksi atau buka kamus istilah misalnya: Ikan Hiu Tutul (Polkadot Shark); Ikan Royal (Teardrop Butterfly Fish); Â Ikan Balon (Porcupinefish); Ikan Hiu (Shark) dan Ikan Hiu (Smooth-Hound); Ikan Badut Harimau (Clown Triggerfish); Bintang Laut (Star Sea). Lha ini jadi belajar nama-nama ikan deh.
Peribahasa mengatakan, belajar di waktu kecil bagai memahat di atas batu, belajar di masa tua bagai menulis di atas air. Karena itu mutu buku pelajaran, tontonan, dan media pembelajaran harus diperhatikan dengan baik.
Demikian juga dengan poster edukasi yang dijajakan hingga ke pelosok negeri. Walaupun dijual dengan harga murah, produsen poster edukasi harus memperhatikan materi yang akan disebarluaskan. Harus ada editor bahasa atau setidaknya berkonsultasi pada guru bahasa sebelum materi naik cetak. Atau menyewa pakar linguistik yang lagi viral itu, biar bisa ikut mengoreksi. Halah. Â
Saya tidak tahu, selain mengawasi terbitan buku-buku pelajaran, apakah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengawasi terbitan poster edukasi? Atau menerbitkan dan menjual poster selama ini bebas-bebas saja.
Begitulah, karena itu saya mencoba membuat tulisan ini. Agar rekan-rekan teliti sebelum membeli poster edukasi. Jangan sampai anak-anak bingung sebab materi yang diajarkan guru berbeda dengan apa yang dipelajari di rumah.
Salam Halah