Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Rangkaian Kereta Khusus Wanita Harusnya Membuka Diri

2 Oktober 2012   23:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:20 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1349247261332028797

Seiring kenaikan tarif Commuter Line (CL), pada 1 Oktober 2012 PT KCJ meluncurkan rangkaian kereta khusus wanita (RKW). Rangkaian kereta yang memanjakan kaum hawa itu menuai pujian sekaligus kritikan. Banyak pihak menilai keberadaan RKW tak lebih sebagai upaya "membungkam" suara kaum wanita terhadap kenaikan tarif CL. Seharusnya, biaya pengadaan RKW bisa dialokasikan untuk peningkatan pelayanan. Sebab, penumpang lebih membutuhkan tambahan rangkaian untuk mengurangi kepadatan. Di jalur Serpong misalnya, pada jam sibuk PT KCJ sering menjalankan rangkaian KRL 6 gerbong. Sementara RKW melenggang dengan 8 gerbong. Padahal jalur Serpong penumpangnya lebih padat. Usulan penumpang jalur Depok untuk pengadaan KRL balik dari Stasiun Depok Lama sekitar pukul 6.30 juga tidak terealisasi, padahal ini berguna untuk memecah kepadatan. Para penumpang menilai, jika memang ada permintaan tambahan Kereta Khusus Wanita (KKW), cukuplah diberi tambahan satu kereta di tengah rangkaian. Bukan satu rangkaian 8 kereta tersendiri. Selama ini memang sudah ada dua KKW di setiap rangkaian CL. Sayangnya KKW ini tak cukup memberi rasa nyaman. Selain kondisi penuh sesak di peak hours, tingkat kepedulian sesama kaum hawa ternyata berkurang. Penumpang wanita yang duduk enggan berdiri padahal ada penumpang yang lebih membutuhkan berdiri di dekatnya. Mungkin karena merasa sesama kaum lemah. Pengadaan 8 KKW dalam satu rangkaian CL tak sepenuhnya menjawab masalah di atas. Sebab RKW hanya diperuntukkan bagi penumpang wanita dan wanita yang membawa balita. Wanita yang berpergian dengan keluarga seperti ayah atau suami tidak boleh masuk. Mau tidak mau, wanita tersebut naik kereta biasa yang biasanya penuh sesak. Bayangkan jika ayah wanita tersebut seorang pria lanjut usia/ sedang sakit/ berkebutuhan khusus. Seperti pengalaman seorang bapak tua yang naik RKW di Stasiun Citayam. Si Bapak yang sudah payah berjalan ini dituntun keluar oleh Sentinel. Pasti peristiwa ini ditatap oleh ratusan pasang mata wanita yang kondisinya lebih bugar. Memang dalam tiap rangkaian CL disediakan tempat duduk prioritas (TDP) untuk si Bapak tadi. Tapi untuk masuk CL di jam sibuk cukup sulit. Belum lagi akses menuju TDP yang sulit dijangkau. Apalagi jika penumpang prioritas masuk di pintu yang salah atau tidak dekat dengan TDP. Bukan karena penumpang tak mau memberi jalan atau tempat duduknya, tapi untuk bergeser memberi jalan untuk masuk pun sulit. Alangkah bijaknya jika RKW membuka pintu hatinya untuk manula maupun orang berkebutuhan khusus. Begitu juga bagi lelaki yang mengantar ibu/istri/anggota keluarga yang sedang sakit/hamil/lanjut usia. Sebaliknya juga bagi wanita yang menemani ayah/suami/anggota keluarga yang sakit/lanjut usia/berkebutuhan khusus. Kaum wanita yang baik hati pasti akan menerima jika RKW bermetamorfosis menjadi Rangkaian Kereta Khusus Penumpang Prioritas. Sebelum penetapan kenaikan tarif CL sebesar Rp 2.000, KCJ meminta bantuan lembaga survei. Apakah KCJ sudah melakukan survey dan analisis demografi sebelum meluncurkan RKW? Sudahkah dihitung berapa komposisi penumpang laki-laki dan perempuan? Jika RKW ini merupakan permintaan penumpang, harus ada dasar logis untuk memutuskannya. Jangan sampai keberadaan RKW hanya untuk mengalihkan isu kenaikan tarif. Setiyo Bardono, TRAINer dan penulis buku "Mimpi Kereta di Pucuk Cemara"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun