Paijo duduk terkantuk saat kereta Commuter Line memasuki stasiun Cawang. Seorang perempuan berambut panjang dan memakai masker hijau terlihat masuk.
Perempuan berbaju putih itu mendekat ke tempat duduk di samping Paijo yang kosong. Sebelum duduk, perempuan itu meletakkan kantong plastik yang ditentengnya ke bagasi. Aroma bakso menusuk hidung Paijo. Seketika Paijo menjadi lapar.
Saat Commuterline mendekati Stasiun Pasar Minggu baru, Paijo merasakan ada cairan menetes membasahi baju. Tees! Warna merah menodai bajunya. Pasti ini saos tomat pikirnya. Tapi aromanya agak aneh. Mungkin saos murahan.
Paijo mengambil tissu di dalam tas dan membersihkan cairan merah di baju. Ia mencolek bahu perempuan yang duduk terkantuk.
"Maaf Mbak, plastiknya bocor. Ini kuah baksonya netesin baju saya," kata Paijo sambil menunjukkan noda di bajunya.
Perempuan itu menoleh. Seketika Paijo terpana. Walau mulut dan hidung tertutup masker, perempuan ini cantik juga, kata Paijo dalam hati. Apakah tumpahan kuah bakso akan menjadi awal perkenalan?
Perempuan itu terus menatapnya. Paijo jadi salah tingkah. Tak ada satu kata keluar dari mulutnya.
Perlahan, tangan perempuan itu membuka masker. Dada Paijo berdegup kencang. Apalagi saat bibir itu mengembangkan senyum. Aroma wangi menyeruak. Hati Paijo berbunga-bunga.
Namun, tiba-tiba senyuman itu berubah menjadi seringai. Di antara deretan gigi nampak sepasang taring yang meneteskan cairan merah darah. Dan... mata perempuan itu seketika menyala.
Jantung Paijo berhenti berdetak. Ia ingin lari namun kakinya terasa tak bertulang. Ia ingin berteriak, tapi ada tangan tak kasat mata membungkam mulutnya.
Sementara kereta terus bergerak merambati malam.