Dalam sesak kereta ekonomi, seorang lelaki membaca pesan yang menclok di layar Blackberry (BB). Keringat mengucur deras dari wajahnya. Tak disangka, puluhan pasang mata sedang memperhatikan tingkah lakunya.
Seorang pemuda mengeluarkan hape layar sentuhnya, sigap mengupdate status fesbuk: "Pakai Bebe naik KRL Bersubsidi. Dasar Nggak punya urat malu." Dalam sekejap status itu mendapat puluhan jempol dan komentar beragam.
Seorang Ibu yang duduk di depan si lelaki ikut mengamati. "Wah lelaki ini pasti sosok sederhana dan rendah hati. Walaupun sudah kaya tapi mau bergaul dengan masyarakat menengah ke bawah. Cocok banget kalau dijadikan menantu," batinnya.
Seorang pemuda gaul melirik dan membatin, "Bawa Bebe Naik KRL Ekonomi, belagu amat. Kecopetan baru tahu rasa."
Gadis ABG memperhatikan gerak-geriknya dan merajuk dalam hati, "Wah ganteng juga nih orang. Boleh dong bagi PIN-nya."
Lelaki berbaju batik, ikut membatin sambil mengamati gerak-gerik, "Bapak ini pasti senasib dengan saya. Berkarcis CL tapi naik ekonomi. Habis CLnya masih lama, keburu jamuran di peron."
Lelaki bertato cicak di lengannya tersenyum sambil terus melirik, "Hapenya boleh juga, sasaran empuk nih."
Lelaki bertopi juga berimaji, "Nih orang pasti pengin ngirit naik ekonomi, biar bisa bayar kredit Bebe."
Lelaki berjaket ikut berpartisipasi, "Memang nggak ada larangan bawa bebe di KRL ekonomi. Tapi jangan pamer dong."
Senja semakin matang, kereta ekonomi terseok menyusuri jalan pulang. Lelaki itu menghapus keringat yang mengucur deras mengepel wajahnya. Dalam hatinya meluncur doa. Tangannya meraba karcis ekonomi. Sebelumnya, di peron stasiun kota, karcis CL yang berlabuh di saku bajunya.
"Semoga Nenek tadi nyaman dan dapat tempat duduk di CL. Kasihan sudah tua harus naik KRL Ekonomi."