Transformasi digital atau digitalisasi memang memudahkan banyak hal. Dulu, penumpang KRL harus antri ke loket untuk beli karcis kertas. Jika tak mau antri, penumpang bisa memakai Kartu Trayek Bulanan (KTB). Seiring waktu tiket kertas berubah menjadi Tiket Harian Berjaminan (THB) hingga KMT.
Sesampainya di peron stasiun, kita bisa mengetahui posisi KRL Commuter melalui papan pengumuman. Announcer juga rajin memberitahukan posisi kereta melalui speaker yang terdengar di sekujur peron. Kita juga bisa mengeceknya melalui aplikasi KRL-Access yang kini disempurnakan menjadi C-Access.
Jadi di era digital, ada banyak cara untuk mengetahui posisi KRL Commuter, sehingga kita bisa lebih tenang merencanakan perjalanan. Aku jadi ingat, dulu ada cara unik untuk mengetahui posisi KRL Ekonomi yaitu dengan melihat goyangan kabel listrik aliran atas (LAA). Jika kabel diam saja berarti KRL masih jauh, kalau mulai bergoyang berarti KRL makin dekat. Untung saja tidak memakai cara ala Suku Indian dengan menempelkan telinga di rel kereta.
Selain makin informatif, kondisi peron stasiun kereta saat ini juga bersih, rapi dan nyaman untuk menunggu KRL Commuter. Sambil ngecas handphone juga bisa. Dulu di peron stasiun, penumpang kereta harus berbagi tempat dengan lapak-lapak pedagang yang menjual aneka barang. Mulai dari penjual gorengan, pecel, pulsa, buah-buahan, alat kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain.
Kondiri KRL yang makin nyaman dan jadwalnya makin teratur ternyata juga mengubah perilaku penumpang. Saat KRL Commuter berhenti di peron, penumpang mulai mengerti dan bersabar untuk menunggu penumpang lain turun. Ternyata kemajuan teknologi informasi juga bisa mengubah perilaku orang sehingga terbiasa mengantri.
Tak seperti dulu, saat KRL Ekonomi belum sempurna menghentikan lajunya, penumpang sudah berebut merangsek masuk. Tak terbayangkan betapa gaduhnya suasana. Di dalam KRL Ekonomi, selain harus berdesak-desakan dengan penumpang lain, kita juga harus berbagi tempat dengan pedagang asongan yang menjajakan aneka barang. Tak terbayangkan betapa sesaknya.
Dulu sebelum berebut naik kereta, aku dan mungkin juga penumpang KRL lainnya punya ritual khusus sebelum naik kereta. Aku selalu memastikan kalau dompet di saku belakang celana sudah kuamankan di dalam tas punggung yang kudekap di dada. Begitu juga dengan telepon genggam. Sebab saat berdesakan, ada saja tangan-tangan yang mencari dan mencuri kesempatan.
Ritual itu sudah lama kutinggalkan. Aku baru menyadari bahwa dompet di saku celana tidak kupindahkan ke dalam tas. Handphone masih ada dalam genggaman saat naik ke dalam KRL Commuter.Â
Salah satu ciri khas penumpang KRL yang masih ada melekat yaitu tas punggung yang kuletakkan di dada. Nampaknya ini salah satu indikasi bahwa KRL Commuter memang semakin aman dan nyaman. Meskipun begitu kita harus selalu waspada dan menjaga barang bawaan kita.
Saat berada di dalam KRL Commuter, meskipun tidak mendapat tempat duduk, tapi suasana adem dan cukup nyaman. Aku biasanya memanfaatkan waktu selama di KRL untuk menyelesaikan beberapa catatan tugas atau menulis puisi melalui telepon genggam.
Kadang aku juga asyik menatap ke luar kereta, menatap kendaraan-kendaraan yang bermacet ria di jalan raya. Jika malam hari, jalan raya di ibukota dan sekitarnya pasti seperti sungai cahaya, sementara kereta laksana ular besi yang cepat dan tangkas membelah kemacetan.Â