Laga antara Timnas Uruguay vs Korsel belum usai. Kedudukan masih sama kosong-kosong. Sambil nonton televisi, saya dan istri bahu-membahu bergotong-royong merangkai bingkisan untuk Hari Guru Nasional. Sementara anak saya sudah terlelap karena esok pagi harus upacara.
Sambil merangkai bingkisan, saya jadi teringat sewaktu sekolah belum pernah memperingati hari Guru Nasional. Saya memang termasuk generasi jadul, sementara peringatan Hari Guru Nasonal baru dikukuhkan sejak 24 November 1994. Meskipun begitu, jasa-jasa guru akan selalu saya kenang.
Nampaknya membuat bucket hal yang sederhana, namun menyusun kompisisi agar enak dipandang mata ternyata tak mudah. Beberapa kali bucket harus dirombak dan ditata ulang.
Akhirnya bingkisan selesai juga. Meskipun sederhana yang penting makna yang terkandung didalamnya (apa ya?). Ya, ada semacam perhatian dari murid kepada gurunya. Terpenting lagi, esok pagi anak bangun jadi senang.
Pagi hari, jam tujuh kurang, saya naik sepeda mengantar anak saya ke sekolah. Bingkisan buat gurunya digenggam erat-erat. Di perjalanan, anak saya menyanyi riang. Saya pun ikut-ikutan bernyanyi.Â
"Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa?Â
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa?
Kita jadi pintar, dibimbing pak guru.Â
Kita jadi pandai dibimbing bu guru.
Gurulah pelita, penerang dalam gulita. Jasamu tiada tara."
Ah, seru juga menyanyi berdua bersama anak di atas laju sepeda. Selamat Hari Guru Nasional.