Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Helijek

13 Juni 2017   11:45 Diperbarui: 13 Juni 2017   11:50 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Helicopter (www.clipartpanda.com)

Tiba di stasiun Gondangdia, Paijo mendapat kabar kalau jalan raya sedang macet parah. Ia pun membuka aplikasi HeliJek di telepon genggam. Paijo harus segera menghadiri rapat penting di Halah Tower.

Setelah mengisi lokasi penjemputan dan tempat tujuan, jempolnya menekan ikon "Book". Tak lama ada driver yang menyetujui. Namanya tertera Iyan Imutz, lengkap dengan nomer plat dan jenis Helikopter.

Info di layar menyebut Heli akan datang 5 menit lagi. Wah cepat sekali, mungkin heli ini habis nurunin penumpang atau ngetem di atas awan.

Paijo bergegas melangkah. Di depan stasiun ia membaca spanduk: Penumpang Helijek Nunggu di Lapangan Dekat Kantor RW. Sebenarnya operator HeliJek mau membangun Helipad di atas stasiun Gondangdia. Namun rencana itu mendapat penolakan keras dari driver Heli Pangkalan eh Ojek Pangkalan.

Untung lokasi lapangan tak jauh dari stasiun. Namun Paijo terkejut melihat banyak orang sedang mendirikan tenda. "Besok ada acara bazzar murah, bakti sosial dan santunan anak yatim pak," kata seorang warga. Waduh terus naik heli di mana?

Tiba-tiba terdengar suara menderu-deru. Paijo menatap langit sambil melambai-lambaikan tangan, memberi kode pada pengemudi. Heli sudah mendekat. Heli nampak berputar-putar, mungkin mencari lokasi pendaratan. Tak lama kemudian heli terdiam.

Telepon genggamnya bergetar. "Pak Paijo, heli tidak bisa mendarat. Sebentar lagi saya lempar tali ke bawah. Bapak naik pakai tali saja." Belum sempat mengiyakan, seutas tali meluncur dari atas. Hadeuh.

Singkat kata, dengan penuh perjuangan Paijo berhasil naik helijek. Wus... wus... tak sampai 10 menit Paijo turun di atap Halah Tower. Ia membayar ongkos lima ratus ribu rupiah ditambah tips rong ewu limangatus atau dua ribu lima ratus.

Ia bergegas menuju pintu akses masuk gedung. Rapat sebentar lagi akan dimulai. E lhadalah pintunya kok terkunci. Paijo mendadak lemas. Matahari semakin terik.

Commuterline, 13/6/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun