Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penumpang Gerbong Tujuh

7 November 2015   22:08 Diperbarui: 7 November 2015   22:08 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mohon maaf kepada para penumpang, Commuterline jurusan Bogor belum dapat diberangkatkan sehubungan adanya gangguan teknis."

Sudah sepuluh menit KRL Commuterline tertambat di Stasiun Cawang. Penumpang mulai resah. Waktu merambat mendekati pukul sebelas malam. Mereka berharap petugas bisa segera mengatasi gangguan teknis, namun yang ada justru pertanda buruk.

Pet!

Lampu di sekujur kereta padam. Sebagian penumpang berhamburan ke peron. Sebagian lagi bertahan, sambil mengeluhkan keadaan. Ada juga yang mengambil kesempatan untuk menduduki kursi yang ditinggalkan penumpang.

Dalam suasana tak menentu, tiba-tiba terdengar teriakan histeris dari penumpang gerbong tujuh. Muka mereka seketika pucat pasi. Ada yang langsung ambruk pingsan. Ada yang terkencing-kencing di celana. Ada yang berhamburan ke peron sambil berteriak: Haa.. Haaaantu....

Sumber ketakutan ternyata berasal dari sesosok tubuh yang entah datang dari mana. Dalam keremangan kereta, pandangan mata masih bisa melihat kalau sosok itu berjalan tanpa berkepala. Ya, tanpa kepala.

Dengan langkah gontai, sosok tak berkepala itu berjalan menyusuri gerbong tujuh. Penumpang yang tertahan di dalam kereta terpaku menatapnya dengan tubuh gemetar ketakutan. Mereka ingin berlari namun seolah ada tangan-tangan gaib yang menahannya.

Langkah manusia tak berkepala terhenti. Perlahan ia mengambil helm hitam yang ada di bagasi. Suasana bertambah mencekam. Helm itu tidak kosong melompong. Ya, benar! Terlihat ada seraut wajah tanpa ekspresi berada dalam helm itu. Dengan santai ia memasang helm itu di atas lehernya. Ajaib! Kepala itu langsung melekat. Wajah yang semula pucat pasi perlahan teraliri darah kehidupan.

Sosok itu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Seakan memastikan kalau kepalanya tak akan copot lagi. Setelah itu terlihat seulas senyum. "Ah, untung keretanya belum jalan," gumamnya perlahan.

Tanpa melepas helm. Sosok itu keluar. Dengan penuh ketakutan, penumpang di peron beringsut memberi jalan. Tak lama kemudian sosok itu hilang dari pandangan. Entah menuju kemana.

Kegelapan terus menyelimuti malam. KRL Commuterline kembali berjalan. Gerbong tujuh yang lengang terisi oleh penumpang di stasiun-stasiun berikutnya. Namun tak ada seorangpun yang berani menduduki salah satu deret bangku kereta. Sebab ada bercak darah segar di bangku itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun