Mendapatkan bonus merupakan suatu hal yang menyenangkan. Tapi hati-hati, siapa tahu ada tanda bintang dengan keterangan berhuruf kecil: syarat dan ketentuan berlaku.
Begitu juga dengan kondisi demografi (kependudukan) Indonesia yang mendapat bonus di mana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih tinggi dari usia tidak produktif. Kondisi ini disebabkan oleh keberhasilan program KB, meningkatnya kualitas kesehatan, dan kesuksesan beberapa program pembangunan.
Menurut Bappenas, pada 2010, proporsi penduduk usia produktif sebesar 66,5 persen. Proporsi ini akan terus meningkat mencapai 68,1 persen pada 2028-2031. Kontribusi penduduk berusia produktif ini telah terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang stabil.
Bonus demografi memang bisa berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi, tentu saja syarat dan ketentuan berlaku. Namun jika melimpahnya penduduk usia produktif tidak dibarengi dengan kualitas dan ketersediaan lapangan kerja justru bisa menjadi beban negara.
Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah harus mempersiapkan berbagai paket kebijakan agar bisa memetik buah dari bonus demografi. Kebijakan tersebut harus bisa memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan.
Di bidang pendidikan, program wajib belajar harus terus didorong dan diperpanjang menjadi 12 tahun. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bagi keluarga menengah ke bawah, perlu dicanangkan program "Satu Keluarga Satu Sarjana."
Kurikulum pendidikan juga harus bisa menyiapkan generasi muda yang kreatif dan berjiwa enterpreneurship. Dengan begitu mereka siap menghadapi tantangan ketersediaan lapangan pekerjaan, karena bisa menciptakan pekerjaan sendiri. Masyarakat juga harus terus disadarkan agar dalam membangun rumah tangga berorientasi pada keluarga kecil yang berkualitas.
Di bidang kesehatan, pemerintah harus mengoptimalkan posyandu sebagai garda depan yang bersentuhan langsung dengan ibu dan anak. Pemenuhan nutrisi yang baik pada bayi sejak lahir merupakan investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang cerdas dan kreatif. Sebab di masa 1000 hari pertama itulah masa-masa perkembangan otak.
Kebijakan di sisi ketenagakerjaan juga harus dikembangkan. Pemerintah harus mengembangkan dan memperhatikan industri kreatif, industri makro, UMKM, industri padat karya, dan lain-lain. Kebijakan ketenagakerjaan di bidang pertanian, perkebunan, dan sektor kelautan juga harus diperhatikan.
Sebab banyak generasi muda sekarang yang enggan turun ke sawah atau ladang, karena dirasa kurang menghasilkan dan kurang keren. Mereka lebih suka merantau dan mencari pekerjaan di kota, hal ini berimbas pada masalah sosial di perkotaan. Padahal lonjakan jumlah penduduk juga berimbas pada pemenuhan kebutuhan pangan. Mungkin perlu dicanangkan juga program "Pemuda Membangun Desa."
Agar kreatifitas terus terpacu, pemerintah pusat dan daerah perlu mendirikan Pusat Inovasi atau Innovation Center. Pusat inovasi ini bisa menjembatani hasil inovasi kreatif kepada pemerintah atau industri agar bisa berkembang dan menciptakan lapangan kerja. Pusat Inovasi juga bisa membantu pengurusan hak kekayaan intelektual (HKI).
Pemerintah harus mengarahkan kegiatan riset yang dilakukan oleh lembaga riset untuk membantu masyarakat mengatasi berbagai masalah. Penelitian yang dibiayai oleh APBN harus lebih banyak mengarah pada Teknologi Tepat Guna. Jangan sampai terlalu banyak riset yang mengawang-awang dan tidak menjawab kebutuhan masyarakat.
Semua pihak harus berkontribusi dalam penyiapan sumber daya manusia yang handal. Apalagi Indonesia tahun 2015 harus menghadapi pemberlakuan Pasar Bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEE). Untuk memenangkan pesaingan, setiap negara peserta harus mempunyai kompetensi dan kemampuan mumpuni, khususnya di bidang inovasi dan teknologi.
World Economic Forum (WEF) dalam laporannya, The Global Competitiveness Report 2014-2015, memang menempatkan Indonesia di peringkat ke-34 dari 144 negara dalam hal daya saing internasional. Posisi Indonesia ini melesat dibanding tahun 2012-2013 yang menduduki peringkat ke-50. Namun posisi Indonesia masih di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Berkah atau Musibah?
Meningkatkatnya penduduk usia produktif di satu sisi memang berpengaruh positif bagi pertumbuhan ekonomi dan Meningkatnya kesejahteraan. Hal ini juga berimbas pada kemampuan daya beli masyarakat.
Kemampuan daya beli jika tidak diimbangi dengan kesadaran lingkungan dan sosial, akan membawa masalah tersendiri. Apalagi masyarakat kita dikenal sangat konsumtif. Indonesia bahkan menjadi pasar yang gemuk bagi perdagangan produk impor terutama produk elektronik.
Kita sering melihat anak-anak kecil sudah dibelikan gadget canggih oleh orangtuanya. Satu keluarga berkumpul dalam satu meja tapi semua asyik bermain gadget. Bahkan ada yang mengistilahkan: gadget itu mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Dampaknya ke depan adalah masalah sosial yang berimbas pada kualitas generasi muda.
Kita juga sering menjumpai satu keluarga mempunyai dua sampai tiga sepeda motor. Rumah sempit tanpa garasi bisa memiliki mobil. Efeknya adalah ketersediaan bahan bakar yang sebagian dibebankan pada anggaran belanja negara berupa subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam buku Outlook Energi Indonesia 2014 menyatakan akibat keterbatasan sumber daya energi, pada 2033 total produksi energi dalam negeri tidak mampu lagi memenuhi konsumsi domestik. Sehingga Indonesia akan menjadi negara “net importir energi” untuk skenario dasar.
Menurut BPPT ada dua langkah pengurangan beban subsidi BBM yaitu menaikkan harga BBM sampai mencapai nilai keekonomiannya, serta melakukan substitusi BBM dengan bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar gas (BBG). Hal lain yang perlu dikembangkan adalah sarana transportasi massal yang ramah lingkungan.
Bertambahnya penduduk juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pangan dan tempat tinggal. Sementara karena kemampuan ekonomi, banyak yang membangun rumah atau tempat usaha di atas lahan produktif. Semakin padatnya rumah-rumah yang dibangun tanpa memperhatikan lingkungan, berakibat pada menurunnya kualitas air tanah dan buruknya sanitasi. Dalam jangka panjang masalah lingkungan ini berakibat buruk pada kesehatan generasi bangsa. Karena itu masalah Amdal dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) harus benar-benar diperhatikan.
Masalah kependudukan memang berkaitan dengan masalah lain. Penyiapan generasi bangsa yang handal menjadi tanggung jawab semua pihak. Agar nantinya Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi dan tidak tunduk pada daya asing.
Depok, 10 Oktober 2014
----------------------------
*SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Bergiat di Paguyuban Sastra Rabu Malam (Pasar Malam). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H