Mohon tunggu...
aji(bahroji) setiakarya
aji(bahroji) setiakarya Mohon Tunggu... Freelancer - Founder Lumbung Kreatif, Bekerja di SultanComm

aku seorang penulis lepas, yang sedang belajar menjadi usahawan. Sedang berpetualang untuk mencari kawan. Tabik! aji setiakarya 081213739221

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Samsara Living Museum, Merawat Tradisi Mencipta Destinasi

10 Agustus 2019   22:59 Diperbarui: 10 Agustus 2019   23:20 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengembangan museum saat ini tidak lagi diarahkan pada keberadaan benda nyata  tapi juga pada narasi potensi kehidupan yang memiliki nilai nilai kemanusiaan.

Karena itulah saat ini pentingnya dikenalkan Museum Kemanusiaan atau Living Museum yang bisa menjadi destinasi wisata. Living museum adalah konsep yang bertumpu pada nilai nilai kebudayaan dan  leluhur serta sejarah yang bisa dijadikan narasi.

Tantangannya adalah mengaktualisasi konten untuk sebagai medium komunikasi. Samsara Living Museum, Desa Jungutan, Kabupaten Karang Asem Provinsi Bali, adalah salah satu komunitas yang mencoba menyuguhkan living museum.

Adalah Ida Bagus Agung Gusthawa, seorang konsultan wisata yang menginisiasi. Sudah tiga tahun, pria yang bekerja di Kota Denpasar ini bolak balik Ke Karang Asem yang berjarak sekitar 70 KM dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar.

Gusthawa mengutarakan Kabupaten Karang Asem yang berada di lereng Gunung Agung yang memiliki banyak narasi leluhur adalah potensi destinasi yang bisa dikenalkan kepada publik. "Namun demikian kita tidak ingin sekedar promosi wisata yang justru hanya menyampah di Karang Asem," ungkap Gusthawa saat Fokus Discussion Group (FGD) Karang Asem Living Museum, Rabu (7/8).

Gusthawa menceritakan, motivasi awalnya membuat Living Museum adalah dorongan keluarga. "Kakek saya adalah seorang Kepunden, pendeta hindu. Beliau memiliki banyak alat alat peribadatan," jelas Gusthawa.

"Ini seperti tanggungjawab moral kepada masyarakat bahwa keluarga harus melestarikan nilai nilai leluhur," ungkap Gusthawa.
Bersama Enam saudaranya Gusthawa kemudian memutuskan untuk membangun museum keluarga. "Dengan pengalaman saya dan dibantu dengan teman teman akhirnya kami membuat living museum yang dinamai Samsara Living Museum," tukasnya.

Tantangannya tentu tidak mudah. Ia harus mengharmonisasi dengan lingkungannya. "Misalnya mengenai soal financial. Kami bersama keluarga iuran, kemudian mencoba menciptakan destination brand agar menarik wisatawan," jelasnya lagi.

Namu demikian ia menekankan pentingnya destinasi pariwisata yang bersih. "Kita butuh wisatawan yang apresiator, bukan pengunjung yang mengotori Karang Asem," jelasnya lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun