Mohon tunggu...
Budi Setiadi
Budi Setiadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sukses Selalu

Sukses selalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lintang Tak Bisa Ku Gapai, Hilang Nina di Genggaman

7 Februari 2022   20:45 Diperbarui: 7 Februari 2022   20:52 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini Sandi pulang lebih awal dari kampus. Dosen yang seharusnya mengajar di kelasnya, mengirim pesan singkat jika mendadak ada acara keluarga yang sangat penting dan tidak bisa di tinggalkan. Sesampainya di kamar kost, Sandi menghidupkan komputer dan bersiap untuk mengerjakan tugas kuliah yang harus di kumpulkan besok pagi.

Sambil menunggu komputer siap di gunakan, Sandi mengambil ponsel dari tas punggungnya. Ada beberapa pesan  yang masuk, salah satunya dari Lintang. "Nanti habis kuliah kita ketemuan yuk", begitu bunyi pesanya. "OK, nanti aku jemput", jawab Sandi dengan hati yang berdebar-debar karena sangat gembira.

Sudah beberapa hari ini, mereka berdua tidak bertemu. Beberapa kali pesan singkat yang di kirim Sandi untuk Lintang tidak pernah di balas. Telepon juga tidak di angkat. Lintang rupanya cemburu, karena Sandi masih saja dekat dengan Nina. Padahal sudah beberapa kali Lintang memperingatkan Sandi untuk menjauhi Nina.

Meskipun Sandi sudah berusaha menjelaskan bahwa dirinya dengan Nina hanya sebatas teman biasa, namun Lintang tidak bisa menerima. Rasa cemburu sudah terlanjur menguasai hatinya.

Lamunan Sandi terhenyak ketika ada seseorang yang membuka pintu depan rumah kost-nya. "Kamu sudah pulang, katanya ada kuliah?", ujar Nina sambil melangkah masuk ruangan dengan menenteng plastik bening berisi bungkusan. "Aku beli nasi cuman satu, kirain kamu belum pulang", lanjut Nina tanpa memperdulikan raut wajah Sandi yang masih terlihat kaget. "Kelas kosong, Dosen tidak ada", jawab Sandi sambil menutup aplikasi pesan singkat di ponselnya.

Nina kemudian duduk di samping Sandi dan membuka bungkusan nasi yang di bawanya. "Mari makan sama-sama. Kamu sudah makan belum?", kata Nina. "Masih kenyang", jawab Sandi dengan tetap memperhatikan layar komputer yang menyala tanpa menoleh sedikit pun kepada Nina maupun nasi yang di sodorkan di depanya. Nina hanya menunduk, sambil mengambil sesendok nasi untuk dimakan.

"Kamu kenapa? Sedang ada masalah?", ujarnya sambil mengunyah nasi dengan perlahan. Sementara Sandi hanya menghela nafas panjang sambil membuka file tugasnya di komputer, meskipun sebenarnya pikiranya melayang entah kemana.

Setelah beberapa saat keduanya terdiam, Nina berusaha menarik perhatian dengan menyodorkan makanan. "Ini makanan kesukaan kamu lho, kamu beneran nggak mau", ujar Nina sambil menggigit Ayam Goreng dan memamerkanya di dekat wajah Sandi. "Nina, aku sedang pusing! Kamu bisa nggak, sehari saja tidak mengganggu ku!", kata Sandi dengan nada tinggi. Nina tertegun, makanan yang hampir masuk ke dalam mulutnya sampai terhenti di depan bibir. Belum pernah dirinya melihat Sandi bicara dengan nada tinggi seperti itu.

"Maafkan aku", jawab Nina lirih hampir tidak terdengar. Air matanya tak terasa menetes di kedua pipinya. "Katanya pintu itu selalu akan terbuka untuk ku", lanjutnya sambil mengembalikan sendok yang masih berisi nasi ke atas bungkusnya. Jari-jarinya kemudian mengusap air mata yang mulai mengalir.

Tiba-tiba saja ponsel Sandi berdering dan bergetar tanda ada panggilan yang masuk. "LINTANG", begitu tulisan yang terlihat di layar panggilan ponsel. Sandi dengan segera mengambil ponsel tersebut lalu mengangkatnya. "Aku sudah selesai kuliah. Aku tunggu di parkiran kampus", terdengar suara Lintang di seberang sana. "Oke", jawab Sandi singkat sambil menutup panggilan tersebut.

"Aku pergi dulu", kata Sandi kepada Nina yang masih terlihat menangis. "Kamu mau menemui Lintang?", tanya Nina dengan sedikit terisak. "Iya, aku sudah janji akan menemuinya", jawab Sandi sambil mematikan komputer. "Sandi, masih adakah sedikit ruang di hatimu yang tersisa untuk ku?", sahut Nina sambil memegang tangan Sandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun