Setiap mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri pasti ingin berkontribusi dalam pembangunan di tanah air tercinta. Namun ada berbagai tantangan serta pertimbangan yang kadang membuat mereka gamang untuk kembali. Diskusi bulanan yang diadakan oleh PPI Stockholm beberapa waktu lalu berusaha membahas berbagai tantangan tersebut.
Dari diskusi tersebut banyak tantangan mencuat, seperti ilmu yang kita dapatkan selama studi belum dapat sepenuhnya diimplementasikan di negeri kita. Tantangan lain adalah penempatan kita yang kurang sesuai dengan keahlian. Ada beberapa kisah dimana ilmu dan pos dimana kita ditempatkan jauh panggang dari api.
Bagi yang sudah berkeluarga, setelah merasakan pendidikan yang bagus dan gratis di negeri orang, tentu berharap hal yang sama di negeri kita. Belum adanya perhatian yang besar dari pemerintah terhadap riset membuat beberapa ilmuan berfikir ulang untuk kembali ke Indonesia. Suasana kerja yang sangat berbeda juga menjadi kendala lain. Bahkan ada situasi dimana kembalinya kita malah dianggap sebagai saingan oleh rekan-rekan di tanah air. Masih banyak lagi tantangan yang ada yang semuanya menjadi “culture shock” bagi mereka yang ingin “pulang kampung”.
Lalu apa yang harus dilakukan? Pulang tanpa persiapan, alias terjun bebas? Atau tetap tinggal dan berkarir di negeri orang? Diskusi mengerucut kepada beberapa pilihan berikut.
Bagi yang memiliki tanggung jawab di tanah air dan harus langsung kembali setelah selesai kuliah, maka selain meningkatan keilmuan serta wawasan selama studi kita juga harus tetap menjalin jaringan “network” kepada rekan kuliah, para dosen terutama di tempat kita studi, PPI, serta organisasi profesi. Tetap berkomunikasi agar kedepannya akan memungkinkan untuk bisa saling bertukar informasi, ilmu, teknologi, dan bahkan berkolaborasi.
Namun jika kita masih dapat tinggal sedikit lebih lama janganlah pulang dahulu. Bekerjalah dahulu atau melanjutkan studi lebih lanjut untuk mendapatkan ilmu yang mumpuni, pengalaman bekerja, dan jaringan internasional yang dapat dijadikan modal saat kembali ke tanah air.
Jika memang terpaksa menetap di luar negeri, karena merasa ilmu lebih optimal di sana, tetaplah berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Indonesia dari luar. Banyak cara yang dilakukan para diaspora sebagai wujud cintanya terhadap Indonesia: memberi donasi/funding, memberi beasiswa kepada siswa asal Indonesia, berkolaborasi dengan para ilmuan di tanah air dan masih banyak lagi.
Diskusi hangat di Stockholm yang dingin ini memberi gambaran baik kepada mahasiswa baru maupun lama akan perlunya bekal selain ilmu yang didapat di bangku kuliah. Slide presentasi dari diskusi tersebut dapat dilihat disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H