Mikala-ku si Penguat Hati……
Aku mempunyai 2 anak jagoan yang mana menurutku… mereka adalah anak-anak terhebatku. Anakku yang pertama bernama “Muhammad Fauzan Alif Radjawali” yang biasa kupanggil “Radja” dan anakku yang kedua bernama “Muhammad Mikala Mulkan Muda” dan sering kupanggil dengan sebutan “Mikala”. Mereka berdua mempunyai karakter dan sifat yang berbeda walaupun keduanya lahir dari rahimku yang sama….
Karakter Radja adalah seorang anak yang pemberani, kuat dengan segala keinginannya tapi tetap dengan sifatnya yang baik hati dan lembut hatinya…. Sedangkan karakter Mikala adalah anak yang keras hati, tapi selalu hati-hati dan penuh pertimbangan dalam bertindak atau memutuskan sesuatu… namun disaat dia sudah yakin dengan keinginan dan keputusannya maka dia akan selalu mencari jalan untuk mencapainya dan aku selalu terkagum-kagum dengan pencapaian yang diinginkannya tersebut.
Perbedaan karakter dan sifatnya yang berbeda dari keduanya justru membuat hidupku terasa dan teramat istimewa. Banyak saat-saat berkesan yang aku alami bersama keduanya baik dengan keduanya secara bersama-sama maupun saat dengan mereka sebagai masing-masing anak.
Kali ini yang akan aku ceritakan adalah salah satu kenangan yang berkesan dengan anakku Mikala. Kenangan tersebut salah satunya adalah pada saat aku dan suami mendapatkan kesempatan dari Alloh SWT untuk dapat pergi melaksanakan rukun islam ke-5 yaitu menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah di tahun 2011. Saat itu, aku dikabari oleh Biro perjalanan ibadah hajiku bahwa kami mendapat kesempatan bisa pergi haji pada tahun tersebut.
Dengan kegembiraan yang amat sangat, berita ini pun langsung aku sampaikan kepada anak-anakku. Mereka berdua terlihat senang dan aku pun bahagia saat menyampaikannya. Tapi kemudian, kekhawatiranku muncul terutama menjelang minggu-minggu keberangkatan kami ke tanah suci, tatkala sering terlihat kesedihan diwajah anakku Mikala. Terlebih di saat Mikala pulang dari sekolahnya. Mikala sering terlihat sedih dan murung. Saat ditanya olehku, Mikala sering menangis sambil memelukku dan berkata bahwa dia merasa takut dan sedih ditinggal pergi oleh ibunya. Mikala khawatir bahwa kepergian ibunya adalah “tidak akan kembali” seperti banyak cerita yang dia dengar dari cerita-cerita orang yang pergi haji dan juga lamanya kepergianku untuk sekian waktu (±25 hari) adalah pengalaman pertama bagi Mikala untuk berjauhan dengan ibunya untuk sekian waktu. Jadi hampir setiap hari Mikala menangis dan menangis seusai pulang sekolah dan semakin memberatkan hati aku untuk melepaskannya dan pergi menunaikan ibadah haji.
Ku coba tanamkan pengertian bahwa kepergian kami ke tanah suci hanyalah sementara dan pasti selama di tanah suci akan terus berkomunikasi dengannya, jadi Mikala dan aku tidak akan merasa terpisah walaupun aku jauh ditanah suci sana dan Mikala berada disini, tapi ternyata hal tersebut belum mampu menghapus kekhawatirannya akan “kehilangan” ibunya selama di tanah suci. Setiap malam Mikala tidur dengan memelukku erat seolah takut kehilangan aku…. Dia senantiasa peluk aku…. cium aku… pandangi aku setiap waktu dan tidak mau melepaskan diriku darinya barang sejenak. Demikian yang terjadi terus menerus sampai menjelang keberangkatan kami ke tanah suci.
Namun “….SUBHANNALLOH….” pada saat detik-detik terakhir menjelang keberangkatan kami ke tanah suci, tiba-tiba Mikala mendatangi aku dan kemudian bicara kapadaku. Apa yang dikatakan Mikala memang hanyalah sebuah kalimat sederhana… mungkin terasa biasa buat siapapun juga, tapi tidak bagi diriku yang menjalani hari demi hari bersamanya menjelang kepergianku ke tanah suci bersama suamiku. Mikala saat itu berkata: “Mamah…. Dede Ikhlas mamah dan papah pergi haji, Dede doakan semoga mamah dan papah menjadi haji yang mabrur dan bisa pulang ke rumah lagi dengan selamat… mamah tidak usah khawatir dengan Dede, karena ada aa Radja yang menjaga Dede”.
“Byar…” seketika itu pula, air mataku tumpah dan aku pun bertangis-tangisan dengan Mikala. Aku tumpahkan segala perasaanku padanya saat itu juga dan Mikala pun tampak terlihat tegar dibalik tangisnya yang deras pula. Ada kelegaan yang membuat hatiku tenang saat itu, tapi juga ada keharuan dimana ternyata dibalik kekhawatiran dan ketakutan Mikala akan perasaannya yang akan “ditinggal” ibunya…. Ternyata ada kedewasaan dirinya dan membuat dia bisa bicara kepada ibunya bahwa keikhlasan dia akan menguatkan hati ibunya dalam menunaikan ibadah haji ditanah suci….
Itulah salah satu kenangan terindah aku dengan anakku… “Mikala-ku si Penguat Hati….”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H