Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) saat ini sedang ramai dibicarakan terutama pada kalangan remaja. Apa itu FOMO? FOMO merupakan suatu Fenomena dimana seseorang merasa takut untuk tertinggal dalam sebuah tren yang sedang populer. Fenomena ini merupakan fenomena psikologis yang membuat seseorang menjadi cemas dan gelisah karena merasa tertinggal untuk mengikuti sebuah tren. Fenomena ini banyak terjadi di kalangan remaja, tanpa disadari, FOMO dapat menjadi salah satu faktor dalam meningkatnya perilaku atau gaya hidup yang konsumtif (konsumerisme). Konsumerisme merupakan sebuah gaya hidup yang membuat seseorang untuk membeli barang secara berlebihan diluar apa yang dibutuhkan. Lalu bagaimana fenomena FOMO dapat mendorong konsumerisme?
FOMO dapat mendorong seseorang untuk melakukan apapun demi tidak tertinggal oleh tren yang ada. Pernahkah anda membeli sebuah barang yang tidak terlalu diperlukan hanya karena kerabat atau teman anda baru saja membeli barang yang sama?. Hal tersebut merupakan salah satu contoh dari fenomena FOMO sekaligus konsumerisme, biasanya hal ini sering terjadi di kalangan remaja. Tidak hanya dalam bentuk barang seperti tas, baju, ponsel, dan sebagainya. Makanan yang sedang viral juga dapat menimbulkan FOMO yang berujung pada perilaku konsumerisme. Saya pribadi sebagai seorang mahasiswa terkadang juga terlena dan FOMO terhadap suatu tren, hal ini juga terjadi pada teman-teman dan juga saudara saya. Beberapa waktu yang lalu, Sepupu saya membeli sebuah boneka karakter yang sedang viral, padahal menurut saya benda tersebut kurang diperlukan dan hanya menghamburkan uang saja. Peristiwa seperti ini membuktikan bahwa media sosial juga berperan dalam fenomena FOMO ini, bagaimana bisa?
Banyak sekali konten ataupun tren yang sedang ramai di platform media sosial, ada juga yang mempromosikan suatu produk hingga akhirnya viral, membuat seseorang ingin membeli produk tersebut agar tidak ketinggalan tren seperti yang lainnya. Selain itu, konten-konten seperti menonton konser dari suatu penyanyi maupun band yang sedang tren juga memicu FOMO dalam diri seseorang. Mereka rela membeli tiket konser yang harganya bisa dibilang tidak murah hanya agar tidak ketinggalan tren. Di era digital ini saya rasa perilaku konsumerisme masyarakat semakin meningkat, apalagi dengan adanya online shop yang mempermudah kita dalam berbelanja secara online. Promosi yang dilakukan oleh pihak online shop di platform media sosial juga memungkinkan terjadinya FOMO. Seringkali dijumpai dalam iklan beberapa online shop yang menandai bahwa produk yang mereka jual sedang viral dan mereka juga tidak segan untuk memberi diskon yang lumayan besar. Tanpa disadari, diskon yang mereka berikan juga dapat memicu seseorang untuk tertarik membeli produk tersebut karena dirasa harganya lebih murah dari biasanya meskipun produk tersebut belum tentu diperlukan kedepannya.
Oleh sebab itu, saya rasa untuk menghindari fenomena FOMO yang memberikan dampak negatif berupa perilaku konsumerisme ini, kita harus lebih selektif terhadap konten yang beredar di platform media sosial. Pentingnya membuat skala prioritas sehingga kita dapat menentukan apakah benda yang akan kita beli sedang diperlukan saat ini atau mungkin akan diperlukan kedepannya?. Bersyukur atas segala sesuatu yang kita miliki juga cukup penting, karena biasanya konsumerisme timbul sebab kita kurang bersyukur dengan apa yang kita miliki sehingga membeli sesuatu yang baru walaupun barang yang lama masih bagus dan layak pakai. Kita harus kebih bijak dalam bersosial media di era digital ini, karena masih banyak lagi dampak negatif akibat kurang bijak menggunakan media sosial, bukan hanya FOMO yang berujung konsumerisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H