Pendahuluan
Gerakan Nasional Wakaf Uang dengan segala pro dan kontra merupakan upaya pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan wakaf uang di Indonesia. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan eksistensi wakaf uang menjadi tujuan utama gerakan ini. Dengan mayoritas jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia memiliki peluang besar memanfaatkan instrumen ini untuk mengentaskan berbagai problematika sosial ekonomi yang ada. Berbagai faktor internal dan faktor eksternal menjadi peluang berkembangnya intrumen wakaf uang di Indonesia.
Dominasi generasi muda yang melebihi 50 persen dari total penduduk Indonesia menjadi peluang pengembangan wakaf uang. Secara umum masyarakat Indonesia terkenal dermawan sebagaimana yang dilaporkan dalam World Giving Index oleh Charities Aid Foundation pada Oktober 2018, Indonesia menempati posisi pertama dengan skor 59%. Generasi muda memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan orang lain. Hal ini sebagaimana yang dilaporkan dalam The Delloit Global Millenial Survey 2020. Tentu ini menjadi salah satu hal yang diharapkan bisa berdampak bagi perkembangan wakaf uang di Indonesia.Â
Disisi lain, belum optimalnya pelaksanaan wakaf uang menjadi tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Posisi wakaf yang hanya merupakan ibadah sunnah menyebabkan motivasi pelaksanaannya tidak begitu kuat. Pemahaman masyarakat tentang ibadah wakaf yang masih terbatas pada aset tertentu (benda tidak bergerak) seperti tanah atau bangunan boleh jadi faktor penghambat bagi masyarakat untuk berwakaf. Digitalisasi Wakaf Uang menggunakan platform cashless menjadi tantangan tersendiri bagi para nazhir jika ingin menarik minat generasi muda untuk berwakaf.
Hakikat wakaf uang dan Pelaksanaannya
Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqf, bermakna alhabsu (menahan) atau menghentikan sesuatu atau berdiam di tempat (Sabiq, dan al-Kabisi, dalam Nizar, M. A. 2017). Sedangkan secara istilah wakaf adalah Tahbisul Ashl wa Tasbiilul Manfa'ah, yang berarti "menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya" (al- Ustaimin, dalam Nizar, M. A. 2017). Definisi ini mengacu kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa ayahnya Umar bin Khatab mendapatkan jatah bagian kebun di Khaibar. Beliau melaporkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah, saya mendapatkan kebun di Khaibar. Saya tidak memiliki harta yang lebih berharga dari pada itu. Apa yang anda perintahkan untukku?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi saran: "Jika mau, kamu bisa wakafkan, mempertahankan kebun itu, dan hasilnya kamu sedekahkan." Kemudian Umar mewakafkannya. Kebun itu tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan. Hasilnya disedekahkan untuk fakir miskin, kerabat, budak, para tamu, dan Ibnu Sabil. Dan boleh bagi yang mengurusi untuk mengambil sebagian dari hasilnya, sewajarnya, dan makan darinya, bukan untuk memperkaya diri dengannya. (HR. Bukhari 2737, Muslim 4311 dan yang lainnya).
Wakaf di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf didefinisikan sebagai "perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah".
Ulama berbeda pendapat terkait keabsahan wakaf uang, dan Pendapat yang menjadi keputusan Majma' al Fiqh al-Islamy ad-Dauly no. 140 tahun 2004: "Wakaf uang tunai boleh secara syariat, karena tujuan syariat dalam wakaf bisa diwujudkan, yaitu 'mempertahankan harta pokok dan mendayagunakan manfaatnya'. Dan keberadaan uang tunai tidak tetap zatnya, namun dijadikan benda lain yang menggantikan posisinya. Boleh wakaf dalam bentuk uang untuk diberikan dalam bentuk utang (al-Qardh al-Hasan), atau diinvestasikan, baik secara langsung atau melalui kerja sama sejumlah pemberi wakaf, di kotak donasi yang sama. Atau dengan menerbitkan saham tunai untuk wakaf sebagai motivasi untuk wakaf, dan mewujudkan kerja sama masyarakat di dalamnya."
Legitimasi uang sebagai harta benda wakaf juga telah diatur didalam UU No. 41 Tahun 2004. Harta benda wakaf didefinisikan sebagai: "harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari'ah yang diwakafkan oleh wakif juga telah menetapkan persyaratan dan jenis harta benda yang boleh diwakafkan". Persyaratan utama harta benda wakaf adalah: "harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah (Pasal 15)". Sementara terkait dengan uang sebagai harta benda wakaf ditetapkan bahwa: "Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: (a) uang; (b) logam mulia; (c) surat berharga; (d) kendaraan; (e) hak atas kekayaan intelektual; (f) hak sewa; dan (g) benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 16 ayat 3)".Â
Generasi Muda dan Wakaf Uang