Mohon tunggu...
SERVULUS Bobo Riti
SERVULUS Bobo Riti Mohon Tunggu... -

Dilahirkan dan dibesarkan di Loura Sumba NTT dari Ayah yang berprofesi Guru di daerah terpencil, Markus Malo (RIP) dan Ibu yang bekerja sebagai petani, Emelia KM. Sedari kecil terbiasa bekerja di kebun hingga keluar dari Pulau Sumba 1989 menuju Mataram, selanjutnya pindah Kupang hingga 2005. Mulai "mencari makan" di Jakarta pada tahun 2005. Di antara waktu yang diberikan Sang Khalik, membaca dan membaca selalu menemani harinya. Apa adanya. Berdoa dan berharap, suatu hari kembali ke Pulau Sumba, untuk ikut meneteskan keringat dalam membangun negeri tersebut...

Selanjutnya

Tutup

Money

Maaf: Itu Bukanlah Peristiwa Terakhir (Refleksi Tenggelamnya Kapal Pengangkut Calon TKI di Perairan Johor Bahru)

27 Januari 2017   13:01 Diperbarui: 27 Januari 2017   13:18 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

MAAF: Itu Bukanlah Peristiwa Terakhir (Refleksi Tenggelamnya Kapal Pengangkut Calon TKI di Perairan Johor Bahru Malaysia, 23 Januari 2017)

BELUMlah lama peristiwa tenggelamnya kapal pengangjut TKI di sekitar perairan Batam pada 2 November 2016, negeri tercinta ini dikejutkan lagi dengan peristiwa nahas yang sama. Pada 23 Januari 2017, sebuah kapal yang mengangkut calon TKI di duga tujuan Malaysia, tenggelam di wilayah perairan Johor Bahru, Malaysia. Tidak sedikit korban meninggal dan hilang. Mereka seolah menjemput ajalnya dari sebuah cita-cita yang adi luhur: memperbaiki taraf hidup dengan mengadu nasib di negeri jiran Malaysia.

Negeri tercinta ini, dalam konteks peristiwa yang berulang kali menimpa TKI di lautan lepas, tidaklah berlebihan bila – tanpa bermaksud sarkatis, dari peristiwa demi peristiwa dilabelkan “tak putus dirundung malang.”

Saya berpandangan, pertambahan jumlah penduduk melalui angka kelahiran dengan jumlah anak yang banyak, merupakan persoalan inti atau hulu dari keseluruhan persoalan yang timbul di hilir. Sebut saja seperti perspektif jumlah angkatan kerja yang selalu didengungkan “berlimpah” karena memang tidak sesuai dengan kesempatan kerja yang tersedia di dalam negeri.

Kembali ke pokok soal terkait peristiwa kapal pengangkut TKI yang tenggelam tersebut. Sudah semestinya dan merupakan kewajiban Negara untuk menangani seluruh korban. Tidak perlu menyoal apakah para korban yang diduga calon TKI tujuan ke Malaysia tersebut illegal atau nonprocedural, apakah berdokumen atau tidak, dari daerah mana, kenapa mau pilih jalur tidak resmi. Pokoknya, negara wajib hadir: selamatkan yang hidup, pulangkan jenasah ke daerah asal, dan cari yang masih hilang.

 Penulis percaya bahwa Pemerintah setidaknya sudah berusaha melakukan upaya-upaya edukasi bagi masyarakat di daerah sumber TKI akan bagaimana menjadi TKI procedural. Melalui kegiatan sosialisasi yang memasyarakat – bahkan dengan pendekatan lokal di daerah sumber calon TKI, semestinya masyarakat pada umumnya dan calon TKi khsusunya sudah semakin memperoleh informasi yang memadai. Akan tetapi, kejadian kapal pengangkut calon TKI yang tenggelam, dapat dipastikan bahwa peristiwa kapal tenggelam yang mengangkut calon TKI ilegal tersebut bukanlah peristiwa yang terakhir.

 Selalu akan ada calon TKI yang menjadi korban dari berbagai modus operandi jejaring penempatan calon TKI tidak procedural.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun