Ingat! Bangun pagi itu langsung berdoa---silakan ke toilet kalau ada panggilan alam, tapi setelah itu berdoa dulu. Jangan langsung buka hp. Notifikasi-notifikasi bisa menunggu, tapi hati butuh kekuatan sekokoh tembok Konstantinopel.
Dari mana datangnya kekuatan itu? Dari Tuhan lewat doa. Dengan begitu, kritik yang membangun benar-benar dapat membangunkanmu, bukan meluluhlantakkan.
Maksudnya begini, kemarin saya menulis tentang pemberhentian STY di blog pribadi saya. Di dalamnya saya menulis tentang kekecewaan saya atas pemberhentian itu, dan sebagainya dan sebagainya. Kemudian saya bagikan link artikel itu di status wa dan fb.
Lalu tadi pagi ketika saya bangun tidur, sebagaimana lazimnya saya langsung cari hp. Ketika saya tanya pada diri sendiri soal kenapa saya harus buka hp ketika bangun tidur? Apa yang saya cari dan apa yang saya harapkan dari layar hp saya? Anehnya saya tidak tahu alasannya.
Kembali ke tadi pagi. Ketika saya buka hp, media sosial pertama yang pasti saya tuju adalah wa. Saya hendak melihat-lihat status-status para kontak wa saya. Sampailah saya di status wa-nya seorang adik nona kenalan saya yang inisialnya S seperti saya. Saya langsung menanggapi statusnya itu dan terjadilah percakapan antara kami.
Selanjutnya, dia mengatakan bahwa dia membuka link yang saya bagikan di wa dan membaca artikel yang saya tulis soal STY itu. Dia meminta izin untuk memberikan kritik. Dengan hati terbuka saya mempersilakan. Dia mengatakan bahwa narasi tulisan saya sudah bagus, tinggal kata-katanya bisa lebih dipoles sedemikian rupa sehingga tidak terkesan monoton.
Saya menerima kritikan itu karena kritiknya ringan. Lagipula saya masih pemula dalam menulis sebuah artikel. Biasanya saya cuma menulis puisi. Tapi gairah menulis puisi hilang entah kemana dan yang muncul menggantikannya ya itu; menulis artikel.
Lalu, gimana soal narasi di paragraf awal tulisan ini? Soal bangun tidur sebaiknya berdoa, supaya hati kokoh untuk menerima sebuah kritik.
Maaf saya bingung untuk mengawali sebuah tulisan, makanya muncullah kata pengantar meditatif semacam itu. Tapi kalau mau dihubungkan, mari kita coba.
Saya percaya bahwa doa punya kekuatan, sebab saat berdoa kita terhubung dengan Yang Transenden. Kekuatan itu mengalir dalam hati kita dan seharusnya memberikan rasa damai bagi hidup kita---saya bilang seharusnya, karena banyak juga yang bersaksi sudah berdoa tapi hidupnya tak kunjung damai. Dengan damai yang kita peroleh dari Tuhan, kita mampu menghadapi setiap tantangan hidup dan dengan rendah hati menerima kritik untuk membangun pribadi kita jadi lebih baik.