Mohon tunggu...
Fey B
Fey B Mohon Tunggu... lainnya -

Murid kehidupan, pemikir tapi malas berpikir, beragama cinta kasih, berumah ibadah alam raya, bersaudara dengan semua mahluk

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Backpacker Keliling Jawa (1) : Bali to Jakarta....

5 April 2011   11:25 Diperbarui: 13 Oktober 2016   12:47 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_99889" align="alignnone" width="150" caption="suasana Glodok dua hari menjelang Imlek"][/caption] [caption id="attachment_99890" align="alignnone" width="150" caption="Yvette diwawancarai jurnalis sekolah"]

1302002423357772720
1302002423357772720
[/caption] "Let's go to traveling as backpacker!" Yvette, temanku asal Rotterdam mengutarakan usul di suatu sore yang sejuk di balkon rumah kontrakannya. Kami sedang berleha-leha setelah seharian keliling sekitar Ubud naik sepeda. Aku tanya traveling kemana. Keliling Lombok? usulnya. Tapi dengan segera ia tepis. Alasannya Lombok gak jauh dari Bali, secara geografis kondisi alamnya sama. Dia ingin melihat sesuatu yang berbeda, tapi masih di wilayah Indonesia dan rada terjangkau. Mungkin Sumatera dan Jawa? Aku menimbang-nimbang. Kerjaan tidak menuntut, waktu banyak, dan sudah lama  tidak traveling yang rada jauh. Kami segera berembuk dan memutuskan untuk start dari Jakarta. Yvette belum pernah ke wilayah Indonesia selain Bali. Dan kebetulan aku niat ke Jakarta berkumpul dengan keluarga besar di hari libur Imlek.  Kami pun memboyong laptop ke teras balkon, search tiket pesawat di internet. Dapat Air Asia dengan harga 180 ribu sekali jalan diluar tax dan baggage fee untuk keberangkatan 5 hari kedepan. Done! Maka di hari Jumat yang terik, kami pun meninggalkan Ubud dengan diantar sahabatku yang baik hati, Dewi dengan mobilnya menuju bandara Ngurah Rai di Tuban, selatan Bali. Ternyata bagasiku over load. Untungnya punya Yvette kurang 5 kilo dari batas bagasi yang dia beli. Jadi beres. Aku mengacungkan jempol untuk efiesiensi sobat Londoku ini.

Penerbangan berjalan mulus. Tiba di bandara Soekarno-Hatta  pukul 17.30, Jakarta sedang macet-macetnya berbarengan jam pulang kantor. Untuk mencapai Pejaten, lokasi apartemen temanku yang akan menjadi tempat kami menginap, dibutuhkan waktu dua setengah jam! Untung kami menyewa taxi gelap berjenis Inova yang lega dan penumpangnnya hanya kami berdua. Jadi kami bisa selonjor seenaknya. Yvette tampak terkesan, tak menyangka Jakarta begitu luas dan macet. "welcome to the giant crowded city'..." selorohku. Setelah berbulan-bulan menetap di Ubud yang relatif tenang dan kecil, Jakarta memang terlihat bagai raksasa yang berisik. Rasanya bagai keluar dari pura yang senyap dan masuk ke gedung besar yang  penuh bunyi-bunyian.  Sesekali menggairahkan merasakan perubahan tersebut. 

Malam itu kami dinner di teras apartemen Ayu di lantai 12. Sambil menyantap Pathai delivery order dari restoran di bawah, kami menikmati panorama Jakarta bermandikan cahaya di kejauhan. Beberapa meter di bawah sana, di Jalan Raya Pejaten yang padat, cahaya tersebut mengular dan bergerak sangat lambat. Yvette sekali lagi berseru heran,  bahkan jam segini pun, yang di ubud jalan-jalan rayanya sudah sunyi senyap,  jalanan Jakarta masih riuh rendah dilalui penghuninya...  Bahkan suara klakson terdengar menjangkau ke atas kami. Yeah, welcome once again to Jakarta, Noni Yvette!

 Keesokan harinya Yvette mengusulkan ke toko buku mencari map kota Jakarta. Maka dengan Trans Jakarta kami pun menuju ke Grand Indonesia shopping centre di kawasan Thamrin Pusat Jakarta.  Setelah melewati sekitar 7 halte dan sekali berganti jurusan, kami turun di Halte Bunderan  HI atau Hotel Indonesia. Tadinya di lokasi yang berhadapan dengan air mancur tersebut memang tempat berdiri hotel legendaris yang menjadi hotel berbintang lima pertama di Jakarta. Namun seiiring jaman, kondisi hotel tersebut tidak layak lagi untuk dijual ke tamu sehingga direnovasi total dan berganti nama menjadi hotel Kempinski Indonesia. Aku sudah beberapa kali berkunjung ke shopping centre ini. Tapi saking luasnya belum hapal-hapal juga cara menuju ke toko buku Gramedia sampai harus bertanya ke petugas. Tak heran, shopping mall-nya saja ada 2 gedung,  East Mall dan West Mall, dengan luas keseluruhan 132.274 meter persegi dan tempat parkir yang mampu menampung 5.500 kendaraan! Setelah puas ngubek di Gramedia dan cuci mata di butik-butik merk ternama, kami keliling lagi mencari food court. Di suatu cafe yang ada pajangan kincir anginnya kami mampir. Viewnya menghadap ke air mancur yang sedang diam. Yvette memesan kopi plus bagel dengan lelehan coklat pekat. Lupakan diet selama traveling, katanya.  Malamnya kami makan enak di resto Itali semi fine dining ditraktir teman kerjaku dulu,

Hari ketiga,  tujuan kami ke Kota Tua. Sekitar jam 10 pagi kami kembali berdesak-desakan di 'busway'.  Di tengah jalan aku punya ide mampir di kawasan Glodok,  berniat menjelajahi plus hunting makanan eksotis di kawasan Petak Sembilan. Yvette ayuk saja. Tapi aku tidak mengantipasi jika menjelang Imlek kawasan Pecinan tersebut ramai luar biasa. Alhasil kami pun terjepit ditengah lautan manusia yang hendak berbelanja maupun menjajakan dagangan. Kami menyerah di tengah jalan dan memutuskan kembali ke halte Busway. 

Tiba di lapangan Museum Fatahillah hari menjelang sore. Cuaca menjadi nyaman. Sayang museumnya sudah tutup. Kami menyusuri pelataran lebar yang dikelilingi bangunan-bangunan tua.  Walaupun pengunjung cukup ramai, tapi masih menyisakan ruang jalan yang cukup. Seru melihat beragam kegiatan yang berlangsung. Ada sepasang anak muda sedang diarahkan untuk pose pre wedding. Cewek-cewek berombongan naik sepeda dengan memakai topi ala noni Belanda tempo dulu. Pelukis jalanan beraksi dengan kuasnya melukis seorang turis jepang yang mirip boneka porselen. Dan yang tak kalah menghebohkan, Yvette laris manis dimintai foto bareng oleh anak-anak ABG, bahkan diwawancarai oleh sekelompok anak sekolah yang sedang mendapat tugas jurnalistik dalam bahasa inggris dari sekolahnya! Esoknya kami memenuhi undangan teman-teman dari komunitas yoga Gembira untuk memimpin sesi yoga pagi di taman Suropati Menteng. Yvette si 'my favorit guru yoga' yang memimpin di depan. Mungkin karena bule yang mengajar, pagi itu lumayan banyak yang hadir. Setelahnya kami di ajak sarapan di depan mesjid Sunda Kelapa oleh Windy, teman satu perguruanku di Denpasar dulu. Wah sampai bingung memilih mau makan apa, semuanya tampak menggiurkan! Jadilah pagi itu perutku terisi sate padang, soto mie, dan dua potong dimsum! Malam Ketiga, kami menyusun rencana. Aku akan pulang ke rumah keluarga di Serpong selama beberapa hari dan Yvette akan bergabung dengan Amir si fotografer, tetangganya di Ubud yang sedang pulang kampung ke Jakarta. Setelah itu kami akan memulai perjalanan ke timur menyusuri kota-kota besar di Pulau Jawa... 

To be Continue... "Jakarta to Bogor"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun