Sepanjang tahun 2000an kita dihebohkan dengan novel best seller yang tak tanggung-tanggung best sellernya, sampe bikin teler deh hihihi…. Dimulai dari Ayat-ayat Cintanya Kang Abik yang terjual ratusan ribu kopi, dilanjutkan dengan Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2. Disusul tetralogi inspiratif Laskar Pelangi, yang melahirkan Laskar pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Semuanya best seller! Yang membahagiakan versi visual dalam bentuk film sudah dapat dilihat di bioskop-bioskop maupun VCD/DVD. Sama seperti novel, filmnya pun masuk jajaran box ofiice di Indonesia.
Pertengahan tahun 2009, menyusul Kang Abik dan Andrea Hirata, A. Fuadi menggebrak dengan novel perdananya Negeri 5 Menara. Novel dengan tebal 420 halaman ini mendeskripsikan sebuah perjuangan hidup anak-anak muda dalam meraih mimpinya.
Novel dibuka dengan deskripsi yang begitu detail akan kota Washinton DC saat turun salju. Kemudian memflashback masa silam Alif (tokoh utama) saat di kampung (Bayur, Sumatera Barat) dan perjalanan setengah hatinya ke Pondok Madani. Semuanya ditulis Fuadi begitu detail dan mengalir.
Di Pondok Madani (PM), Alif bertemu dengan Raja dari Medan, Atang dari Bandung, Dulmajid dari Sumenep, Said dari Surabaya, dan Baso dari Gowa. Mereka menamakan kelompok mereka sebagai Sahibul Menara. Penamaan Sahibul Menara dikarenakan setiap menjelang maghrib mereka duduk di menara PM. Mereka ingin seperti menara yang menjulang hingga puncak-puncak mimpi mereka.
Di menara PM itulah mereka berdiskusi dan menceritakan keinginan masa depan mereka melalui bentuk awan-awan. Alif melihat sebuah awan seperti Benua Amerika, Atang melihat awan itu seperti Benua Afrika, Raja berpendapat bahwa awan itu adalah Benua Eropa, Baso melihat awan itu seperti Benua Asia, sedangkan Dulmajid dan Said menganggap bentuk awan itu sebagai duplikat Indonesia. Mereka memversikan bentuk awan itu sesuai keinginan mereka kelak.
Rupanya perjalanan mereka di PM tak semulus yang diduga. Rintangan kehidupan tersedia dan diceritakan begitu memikat. Hukuman, pujian, tekanan, tantangan mereka hadapi dengan keikhlasan. Haru, kesedihan, tawa dan perbuatan konyol mereka menyatu beriring-iringan. Membuat novel ini enggan untuk dihentikan saat membacanya.
Namun Sahibul Menara selalu lah bersemangat, ‘mantra sakti ’ man jadda wajada -Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Membuat keinginan keenam pemuda itu makin mantap. Setiap rintangan mereka hadapi dengan keikhlasan. Sehingga membuat mereka bertahan di PM hingga akhir kelas (meskipun salah satu dari mereka harus pulang).
Cerita ditutup dengan pertemuan Alif di London bersama dengan 2 anggota Sahibul Menara. Saat mereka bercerita ternyata masing-masing dari mereka berada di tempat sesuai dengan pikiran mereka akan bentuk-bentuk awan. Dreams come true!
Selain cerita, hal lain yang membuat saya takjub adalah metode pengajaran di Pondok Madani yang benar-benar memukau. Beberapa metode bisa dicontoh terutama buat para pendidik (guru) dalam mengajarkan ilmu ke murid-muridnya.
Novel terbitan Gramedia ini masuk sebagai novel best seller. Selain itu endrossmen novel ini bejibun banyaknya mulai dari mantan presiden, host talkshow terkenal, penulis beken, hingga sineas juga ikut berkomentar.
Nah, pengen tahu kan jalan ceritanya bagaimana? Beli novel ini, harganya cuma Rp. 50.000 kok! Kalian pasti akan menemukan kalimat-kalimat motivasi lainnya selain man jadda wa jada. Layak sekali untuk dimiliki apalagi novel ini akan dibuat trilogi dan filmnya. Mme…..mantap deh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H