Hanya orang sakit jiwa yang meprovokasi rakyat Indonesia untuk melakukan aksi demo seperti di Sri Lanka. Sebab, Indonesia tidak sedang berada di posisi krisis, sebagaimana yang saat ini terjadi di Sri Lanka.
Yuk, mari kita bandingkan. Pertama, inflasi Sri Lanka itu berada di angka 54,6 persen. Sementara Indonesia, berdasarkan pernyataan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Tgl. 3 Juli 2022, mengatakan bahwa inflasi Indonesia pada Juni 2022 tercatat 4,35 persen, dan angka ini masih tergolong moderat ketimbang negara lain.
Kedua, persediaan makanan dan sembako di Sri Lanka hilang di pasaran, sementara Indonesia masih cukup bahkan berlebih. Ketiga, Sri Lanka tidak mampu ekspor dan BBM juga hilang, sementara Indonesia masih mampu dan cukup. Keempat, pelayanan masyarakat di Sri Lanka itu lumpuh total, sementara di Indonesia tidak.
Selanjutnya, rasio utang Sri Lanka 95 persen, sementara Indonesia masih 38 persen. Pun, begitu juga dengan cadangan devisa. Cadangan devisa Sri Lanka $50 juta, sementara Indonesia $136,4 miliar.
Nah, hal-hal ini lah yang menjadi alasan kuat bahwa Indonesia tidak sama dengan Sri Lanka yang kini sedang mengalami krisis. Itu pertama.
Kedua, adapun orang ataupun pihak yang mencoba memprovokasi rakyat Indonesia untuk melakukan aksi sebagaimana aksi yang terjadi di Sri Lanka itu adalah pihak-pihak yang selama ini memang kerap menyuarakan kebencian terhadap pemerintah.
Artinya, mereka memprovokasi rakyat Indonesia itu tidak lagi berdasarkan poin-poin yang sudah dipaparkan di atas, melainkan berdasarkan kebencian.
Peristiwa yang terjadi di Sri Lanka mereka jadikan sebagai momentum untuk membodohi dan menghasut rakyat Indonesia agar melakukan hal yang sama.
Tapi ada satu hal yang mereka lupa.
Mereka lupa bahwa sekuat dan semasif apapun upaya mereka untuk mengobok-obok pemerintahan yang sudah sah secara konstitusional, maka sekuat dan semasif itu jugalah perlawanan yang akan mereka hadapi dari jutaan rakyat yang masih waras dan cinta NKRI.