Pertarungan pilpres kali ini bukan antara dua kandidat. Tetapi antara Jokowi dan para pembencinya. Prabowo hanya dipinjam "legalitasnya" sebagai simbol. Mereka tidak otomatis nyambung dengan kepentingan sang simbol, tapi lebih kuat dengan gerakan anti Jokowi nya dan gerakan ini dibangun dengan satu narasi utama yang absurd, yaitu Jokowi Anti Islam dan Pro Komunis.Â
Jadi mengapa untuk urusan fakta pembangunan dan keberhasilan pemerintahan Jokowi lainnya mereka tidak pernah peduli? Jawabannya, karena sesuatu yang diperbuat oleh sosok yang mereka anggap anti Islam adalah haram dan kebijakan pro komunis itu mesti dilawan, di situ poinnya. Para pembenci Jokowi ini lahir dari upaya fitnah, provokasi dan narasi-narasi konyol selama beberapa tahun terakhir ini yang berkembang secara masif sehingga membentuk warisan kebencian.
Beruntung di tahun 2014 Jokowi berhasil mengambil alih kepemimpinan dan menyelamatkan negara ini dari kudeta ideologi. Jika tidak, apa jadinya negeri ini ketika mereka berkuasa??
Kelompok ideologi khilafah yang merebak di era dua periode sebelumnya diam-diam menunggangi Prabowo di Pilpres 2014 lalu, walaupun pada akhir pertempuran mereka gagal. Kini di pilpres tahun 2019 "tunggangan" tetap sama namun tidak lagi dengan cara yang diam-diam. Stigma Jokowi Anti Islam dihembuskan terang-terangan dengan memakan korban yaitu Ahok. Kemudian dengan sigapnya Jokowi langsung melawan dan mengambil tindakan menggunakan undang-undang ormas yang berujung pada pembubaran HTI secara konstitusional.
Untuk menjadi penantang petahana di pilpres kali ini, Prabowo harus merangkul semua kepentingan anti Jokowi. Mereka para mafia ekonomi korban "bersih-bersih" dan pecatan dari kabinet kerja Jokowi, kini digabungkan dengan eks HTI. Bersatunya mereka ini punya tujuan yakni untuk menumbangkan Jokowi di pilpres 2019 ini. Sebenarnya mendukung Prabowo bukan pilihan mereka, tapi mengingat tidak ada pilihan selain itu, maka mau tak mau harus mereka dukung yang penting bagi mereka Jokowi berhasil tumbang.
Tapi bukan Jokowi namanya jika tidak paham strategi seperti ini. Perlahan namun pasti, Jokowi berhasil meyakinkan rakyat bahwa haluan negara harus berlanjut, bukan berbelok arah. Rakyat dihujani pembangunan infrastuktur yang selama ini jarang ditawarkan. Kran investasi dibuka selebar mungkin dengan kemudahan menjadi kemewahannya. Dana desa mengalir ke sudut perkampungan menjadi katalis perbedaan politik antar tetangga dan semua petinggi agama dirangkul.
Seolah ingin mengatakan "kalian silakan membenci saya sambil menikmati  jalan beton yang tak lagi becek, silakan memaki di bawah terang-benderangnya aliran listrik realisasi impianmu puluhan tahun lalu dan silakan demo kapan saja, jika letih lalu kemudian sakit, tenang saja sudah ada fasilitas gratis untuk berobat". Dengan trik iniah Jokowi berhasil mengembalikan harapan, impian dan kepercayaan rakyat Indonesia yang sempat dicuri selama puluhan tahun sebelum ini.
Untuk itu, memenangkan Jokowi bukan lagi hanya sekedar pilihan politik. Tapi juga upaya menyelamatkan bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H