Mohon tunggu...
Maysaroh Syafaatin
Maysaroh Syafaatin Mohon Tunggu... -

"Kemenangan Islam dibangun diatas tinta para ulama dan darah para syuhada"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ia Adalah Fajar

25 April 2014   05:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rindu itu mulai muncul...

Hahaha,, aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Itu konyol. Bagaimana mungkin bisa aku merindukan sosok malam yang jelas-jelas tak kusukai??

Hohoho, itu tidak mungkin. Bisikku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa ini hanyalah sebuah omong kosong. Aku tak mungkin melakukannya. Ohh tidak. Dan tetap harus berjawaban TIDAK.

Aku tak mampu, sungguh tak mampu berputar balik meninggalkan peraduan hanya untuk mengenag kisah manis yang tetap akan sirna dalam sekejab, secepat embun menguap di pagi hari.

Ohh tentu. Aku tak sebodoh itu. Meski ragaku berusaha membodohiku dengan perangainya yang berada diluar batas normal. Tapi aku masih sadar. Ini hanyalah bualan...

Aku tak peduli, meski jantungku harus berdegub dua kali lebih kencang hanya karena mendengar seseorang menyebut namanya. Dan akupun tak peduli, saat hatiku harus terasa teriris saat seseorang bercerita tentang ia dan kekasihnya. Dan akupun tetap mencoba tak peduli dan mengabaikan langkah kaki ini yang selalu ingin berlari menjuju kearahnya dikala senja tiba diperaduannya.

Yaaaa, aku hanya akan tetap berdiri disudut kelabu. Menyaksikan gerimis mulai turun dan membasahi hamparan pasir dan debu dihadapanku. Aku hanya kan memandang dari kejauhan. Dalam keheningan dan kehampaan.

Hahaha, aku tahu. Dan lagi-lagi aku harus mengakui kebodohanku. Mungkin aku terlalu keras pada hidupku. Membuatku mengabaikan segala hal indah seperti pelangi yang menari dengan riang di lengkungan cakrawala. Ahhh.. Kemana aku selama ini??

Mengapa sekarang hidupku hanya berkisar antara dinding-dinding jingga yang hadir disetiap fajar dan senja..??

Kemana hari-hari indah yang dulu pernah ada??

Seperti cerita tentang dentingan-dentingan melody langit yang mengangkasa dan mengiringi pesta-pesta indah diantara warna-warni pelangi dan awan-awan putih...

Semua kilasan lukisan kehidupan itu silih berganti bermunculan di dalam kepalaku. Aku tak bergeming. Kubiarkan jiwaku tenggelam dalam kenangan yang tak henti-henti bermunculan.Kubiarkan diriku menyelam kian dalam. Memastikan bahwa tak ada moment-moment indah diangkasa yang pernah aku lewatkan.

"Jingga..!"

Sapa seseorang mengagetkanku. Aku tersentak dan terbangun dari lamunan panjangku. Sejenak aku menggerutu, merasa terusik dan terganggu. Namun, seketika aku terpaku tatkala menoleh kebelakag dan menemukan sosok yang baru saja menepuk pundakku dengan lembut.

Sosok baru.

Yaaa, aku tak mengenalnya. Siapa dia? Mengapa ia tahu siapa namaku??

"Perkenalkan, aku Fajar" ujarnya diiringi senyuman sopan dan uluran tangan. Aku masih tak bergeming. Dengan canggung akhirnya ia menarik kembali uluran tangannya.

"Kau memang benar-benar seperti cerita yang selama ini kudengar" ujarnya lagi, masih dengan mengulum senyum tipisnya.

"Lantas, mengapa kau mencariku?" ujarku ketus.

"Hahaha.." Ia tertawa.

"Aku tak mencarimu jingga, untuk apa aku mencarimu, jika setiap saat, sebenarnya kau selalu bersamaku?" serunya sembari tertawa renyah.

Aku terhenyak. Benarkah?

Mengapa aku tak menyadarinya?

Apakah selama ini aku hanya terfokus pada satu hal saja, dan melupakan yang lain??

Aku terdiam.

"Bangunlah jingga, sudah saatnya mentari pagi dan senja memancar dengan indah seperti biasanya. Kau itu sangat berarti bagiku, begitupun senja. Tanpamu, kami tak akan berwarna" ujarnya dengan lembut...

Aku berkaca-kaca. Sungguh.

Lagi-lagi aku merasa menjadi orang paling bodoh yang pernah ada. bagaimana mungkin aku bisa mengabaikan segalanya seperti itu hanya karena sesuatu hal yang bahkan selama ini pun tidak pernah mempedulikanku? Bahkan mungkin ia pun tak tahu bahwa aku peduli padanya...

"Jingga, masih ingatkah kau padaku?" tiba-tiba ia bertanya.

Aku menengadahkan kepalaku, mencari arti di balik tatapan lembutnya. Mencoba menyelam kedalam beningnya pancaran sinar matanya. Haahhh.. Aku tak menemukan apapun. Selain,,,, sebuah kesungguhan dan ketulusan disana...

"Jingga, ingatlah. Aku fajar." ujarnya lagi.

Ohhhh Tuhaan...

Aku menjerit. Yaa, aku ingat. Yaa, aku ingat siapa dia. Dia fajar. Yaa, fajar yang selalu tersenyum riang menantiku hadir dikala pagi. Fajar yang selalu menatapku dengan mata berbinar dari kejauhan. Fajar yang selalu tersenyum malu-malu disaat kami bertemu. Fajar yang.. Ahhh

Dan kita akan selalu menari riang menembus cakrawala jingga bersama. Hingga embun pun mengering. Dan kicauan burung mulai bermunculan. Serta mentari pagi mulai meninggi di awal peraduan...

Yaa, ia adalah fajar. Hadiah pertamaku dari Tuhan, saat awal aku membuka kelopak mataku, aku melihat fajar berdiri disana menatapku dengan kagum dan ingin tahu.

Yaa, ia adalah fajar. Cinta Pertamaku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun