Mohon tunggu...
Maysaroh Syafaatin
Maysaroh Syafaatin Mohon Tunggu... -

"Kemenangan Islam dibangun diatas tinta para ulama dan darah para syuhada"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendung Kembali Menggantung

1 Mei 2014   05:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin berdesir lembut menggoyangkan dedaunan kering di pelataran senja. Langit mulai meredup, pertanda malam sebentar lagi akan tiba. Ahh, aku duduk termanggu menatap cakrawala senja. Begitu jingga. Namun pucat seolah tak berwarna.

Haaahh...

Aku menghela nafas berat. Ada apa lagi sih denganku?

Pikiranku kacau. Tarianku sungguh buruk hari ini, berulang kali aku hampir terpeleset jatuh saat melewati tikungan-tikungan langit. Benar-benar hari yang buruk. Seburuk suasana hatiku, mungkin.

Awan hitam terlihat menggumpal-gumpal dengan riang, menanti malam menjemput senja kembali keperaduannya, dan mereka akan berpesta pora seperti biasanya. Menerbangkan debu-debu kecil tak berdosa ke atas angkasa, dan membiarkan mereka melayang bersama deru badai yang menggeram-geram.

Aku masih enggan bergeming. Sore ini terasa begitu hening. Bukan. Bukan salah suasanyanya. Senja terlihat indah hari ini, lebih cantik dari biasanya malah. Hanya saja, semua karena aku. Yaa, karena aku yang masih belum mampu membuat diriku menjadi seceria biasanya.

Gerimis mulai turun perlahan-lahan. Tetes-tetes lembut itu menari dengan riang menghampiriku yang masih terdiam menatap awan. Nafasku mulai berembun, bersama angin yang mulai bertiup cukup kencang. Udara terasa sangat menggigit. Terlihat awan-awan hitam itu menggumpal-gumpal dengan tawa halilintar yang membahana dan memecah cakrawala.

Aku menyerah. Akhirnya kuputuskan untuk beranjak dan melangkahkan kakiku meninggalkan taman kosong tak bertuan itu. Meski kaki ini enggan dan berat untuk sekedar berjalan beberapa langkah saja. Namun, sudah kubulatkan tekad, bahwa aku harus berhenti menunggu dan segera pulang.

Aku lelah. Lelah menanti dalam kebodohan. Yaa, menanti sesuatu yang tak menyadari bahwa ia tengah dinanti oleh seseorang. Hahaha, konyol memang. Tapi itu tengah kulakukan.. Bodoh...

Hahaha, sudah berulang kali pikiran normalku merutuki diriku sendiri. Namun, sekali lagi, tetap saja perasaanku lah yang memenangkan segala argumen dari pikiran rasionalku. Lagi-lagi aku harus termanggu-manggu menatap pilu ke dalam bilik sepi penuh debu dan rapuh itu.

Baiklah. Aku akui. Ini memang masih tentang malam. Yaa, malam yang tak pernah hadir dikala matahari mulai membuka kelopak matanya. Malam yang selalu terlihat menawan dengan segala kemisteriusannya. Dan bodohnya, tanpa sadar aku telah terbius oleh pesonanya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun