Mataku masih binal pada larut yang mengurai
ketika embun malam menitis  disehelai  tubuh  kian terkulai
bibirku tertangkup pada ranting-ranting nafas
sambil menjeda hening  untuk berpamit selembaran  malam
ada segerombol partitur memadahi  lekung gulita
dalam  sepetak  angan  menguntai  seteguk  cerita
tentang  esok adalah musim untuk berkisah
walau pun kerinduan: Ku semakin jarang  aku terpisah
dingin gigil dibilur sukma menunggu ufuk meretas
dari cangkang surya terbalut redup pagi menggegas