Aku yang duduk terpatung  pada ruas senja
sambil memintal  awan yang mengkisut dalam sekam
jiwaku terpendam dalam malam yang kelam
susur  sepanjang  hati yang kian bindam
mengapa; angin itu kian mendesir  pada ruang – ruang sepi
semilirnya mendesih hampir berbisik pada ranting yang letih
aku hanya mendengar lewat desik daun dilubuk hati  berderit
serupa malam  tentang  selarik elegi cinta yang kecut  mengeriap
Ah, mungkin sebuah ilusi yang datang menjenguk rindu
lantaran kemarin ada semusim angin yang gemuruh di dada
gugur dalam jejak temaram, bisiknya merayu,  mendayu – dayu