Mohon tunggu...
Serpihan Abad
Serpihan Abad Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aku bukan anak rembulan yang dihamili matahari. aku- tak sengaja di tetaskan embun di ujung-ujung daun. sepenggalan matahari naik, aku kan musnah. tanpa catatan sejarah. menguap dilautan sarwa purba. ada. dan atau tiada. ke niscayaan kah?. - S.A.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan, Aku Diperkosa!

24 Oktober 2013   15:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:05 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah aku di beri segelas minuman oleh pemuda simpatik di sebuah acara pesta ulang tahun temanku. Palu godam serasa meninju kesadaranku, perlahan detak jantungku melemah, tulang-tulangku tiba-tiba saja bagai dihantam adai dingin yang hebat, seketika itu juga tubuh ku ambruk tanpa daya. Tidak ada lagi yang bisa ku ingat, aku coba merangkai sebuah puzzle berantakan yang ada di dalam rak memoriku, ku coba susun walau terasa pedih, hingga menjadi sebuah gambar yang utuh.

Sial!, ternyata ini bukan mimpi!.

Apa yang telah di lakukan pemuda simpatik itu terhadap ku?, aku berusaha menepis pikiran buruk yang melintas cepat menyergap benak ku. Tidak mungkin!, Tidak mungkin!, Tidak mungkin ini terjadi!.

Oh, Tuhan apa yang telah terjadi?.

Secepat kilat aku menyambar selimut untuk menutupi tubuh telanjangku. Pikiranku masih saja membela kewarasanku yang terusik. Tidak mungkin!, Tidak mungkin ini terjadi!, begitu kuatnya kata-kata itu ku teriakkan di dalam batin ku.

Baju pesta, Beha dan celana dalam yang berserakan begitu saja di lantai akhirnya membunuh kewarasanku.

Oh, Tuhan !. Apa guna nya teriak dan tangis histerisku?. Kenapa aku tidak mati saja!.

Jarum detik tak bergerak lagi. Ruang pun kini tak berdimensi lagi.

Waktuku tersedot ke angka nol, detik nol, menit nol dan jam nol.

Ruang jiwaku kini adalah ke kosongan tak bertepi.

Gunting yang ku ambil dari laci lemari rias telah menggantikan peran Tuhan yang sudah tak ku percaya lagi.

Darah mengalir, aku berhasil memotong urat nadiku. Semakin banyak darah yang keluar, tubuh ku pun semakin lunglai. Aku tersenyum menikmati sakit demi sakit. Ternyata setan yang sedari tadi hanya membisik-bisik saja, kini dengan beraninya ia berdiri menantang di hadapanku. Tertawa terbahak mengejekku.

Dengan isyarat jari tengah ku acungkan di depan mukanya, “Fuck You!.”

Dan aku kini telah menjadi sesuatu yang baru … ya cuma sesuatu !.

Bukan seseorang !.

*****

Masih ku ingat ketika tubuh atletisku menindih menempel ketat di tubuh nya, tangan kekar ku memaksa angkat baju pesta dan BH gadis itu kemudian ku lemparkan sembarangan. Celana dalamnya pun ku peloroti kemudian ku buang. Sesaat mataku menikmati tubuh telanjangnya.

Tanpa perlawanan  karena sebelumnya aku telah menaruh obat tidur dengan dosis tinggi ke dalam gelas minuman yang ku berikan pada nya.

Dengan bernapsu aku memperkosanya. Oh, my God, masih perawan!. Dengan susah payah akhirnya kenikmatan itu dapat ku tuntaskan. Gadis itu pun ku tinggalkan begitu saja di dalam kamar bagai seonggok sampah.

Musik blues malam ini begitu biru, ku hisap rokok putihku untuk mengusir resah. Ku lihat tinggal setegukkan lagi whiskey cola ku. Aku tersenyum memandangi gelas itu. Ini sudah gelas yang ke tujuh, butuh berapa gelas lagi agar aku bisa mabuk dan melupakan semua yang pernah terjadi?.

Oh My God, apa yang telah aku lakukan?. Aku telah memperkosanya!.

Penyesalan selalu di akhir. Bagaimana dengan nasib gadis itu?. Akhirnya ku reguk lagi whiskey cola itu. Ku reguk dan terus ku reguk!. Aku tenggelamkan dalam mabuk. Berusaha lupakan kejadian itu tapi gadis itu tetap menghantui pikiranku. Hari-hari ku hancur!. Setiap malam ku datangi cafe demi cafe, mabuk demi mabuk hanya untuk bisa bertanya pada Mu, Tuhan!.

Oh My God, apa yang telah ku lakukan?. Aku telah memperkosanya!.

HIngga pada suatu malam. Ketika sedang khidmatnya ku mereguk whiskey cola. Tiba-tiba  saja dari arah belakang terdengar ledakkan sebuah pistol. Bunyinya begitu memekakkan telinga. Ternyata pistol itu memang benar mengarah ke kepalaku dan dengan tepat dan cepat menghamburkan otak yang ada di kepalaku.

Akhirnya hanya dengan sebuah peluru aku benar-benar bisa melupakan semuanya, semua yang pernah terjadi pada gadis itu.

Esok pagi nya di halaman sebuah koran termuat berita head line : SEORANG JENDERAL MENEMBAK  PEMERKOSA ANAK GADIS NYA HINGGA TEWAS.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun