Mohon tunggu...
Serly NurharisJayatri
Serly NurharisJayatri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan IPS UNJ

Serly Nurharis Jayatri. Lahir di Kuningan, 7 Oktober 2003. Memiliki minat dalam bidang editing dan writing. Mencoba berproses dalam organisasi kelegislatifan kampus (BLMP), sebagai anggota Humas dan Komisi 1 Pengawasan. Memiliki karya amatir berupa poster-poster di postingan media sosial BLMP.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Media Sosial dan E-commerce terhadap Masyarakat Penggiat Skincare

18 Juni 2023   22:53 Diperbarui: 18 Juni 2023   23:25 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DAMPAK MEDIA SOSIAL DAN E-COMMERCE TERHADAP MASYARAKAT PENGGIAT SKINCARE

Serly Nurharis Jayatri

Media sosial menjadi wadah penting bagi keberlangsungan aktivitas masyarakat di dunia, tidak terkecuali bagi masyarakat di Indonesia. Aktivitas yang dilakukan masyarakat di media sosial seperti menggali informasi, menemukan hiburan, hingga membeli kebutuhan sehari-hari bisa dengan mudah dilakukan tanpa memakan waktu yang lama. Efisiensi ini membuat berbagai hal menyebar dengan cepat, sehingga tercipta kepanikan akan ketertinggalan suatu fenomena tertentu atau disebut dengan istilah FoMO (Fear of Missing Out). 

FoMO didefinisikan oleh Przybylski, Murayama, Dehaan dan Gladwell (2013) sebagai kekhawatiran yang pervasif ketika orang lain memiliki pengalaman yang lebih memuaskan/berharga dan dicirikan dengan adanya dorongan untuk selalu terhubung dengan orang lain. FoMO bukanlah istilah yang berlangsung baru-baru ini saja. Istilah yang dicetuskan oleh Patrick J. McGinnis, sudah populer sejak tahun 2004 di Amerika Serikat. 

Sikap FoMO di media sosial memberikan dampak positif dan negatif bagi berbagai pihak. Di bidang kesehatan kulit (skincare), dampak positifnya dapat dirasakan oleh owner skincare yaitu penjualan produknya yang mengalami lonjakan positif selama masa Pandemi Covid-19 hingga New Normal. Hal ini dikarenakan selama masa tersebut, masyarakat sangat menggantungkan kehidupannya pada media sosial maupun E-commerce. Para pebisnis yang melirik kesempatan itu, kemudian menerbitkan brand skincare dengan harga merakyat dan pemasaran yang menarik, sehingga membuat masyarakat menjadi FoMO untuk membeli produk-produk pendatang baru. 

Berdasarkan tabel di atas, platform Shopee diketahui menjadi E-commerce peringkat teratas di Indonesia. Gencarnya promosi pada platform Shopee dapat dilihat dari banyaknya produk kesehatan kulit yang rutin mengalami penurunan harga (promo) pada "tanggal kembar" setiap bulan. Terutama promo dan pembelian besar-besaran terhadap brand yang baru dirilis, tanpa mengetahui seberapa baik kualitas maupun efektivitasnya. Selanjutnya, dampak negatif dari sikap FoMO tersebut yaitu menyebabkan kerusakan kulit bagi masyarakat Indonesia, meningkatkan perilaku hidup konsumtif, serta mengakibatkan pencemaran lingkungan. 

Gambar berikut menunjukkan kerusakan kulit akibat kesalahan masyarakat dalam memilih produk kesehatan kulit yang mengandung bahan karsinogenik. Kandungan karsinogenik seperti paraben, formaldehida, carbon black, serta merkuri menjadi penyebab dari kondisi kulit mengelupas dan menghitam seperti gambar.

Sebenarnya solusi untuk mengatasi kerusakan kulit ini adalah dengan menghindari kandungan-kandungan yang jelas membahayakan kulit kita. Namun, untuk mencari produk skincare dengan kandungan dan klaim yang aman (non acnegenic, non comedogenic, non alkohol dan non karsinogenik) sangat sulit dijumpai di pasaran. Di setiap kandungan bahannya pasti terdapat salah satu dari keempat klaim tersebut. 

Meski sudah banyak klaim negatif yang melekat pada skincare tersebut, kenyataannya masyarakat tetap mengesampingkan kandungan berbahaya dan membeli produk yang dirasa mendapatkan ulasan bagus dari para tokoh publik atau beauty vlogger. Padahal, brand tersebut sudah bekerja sama untuk melakukan hard-selling maupun soft-selling pada produk yang diulas. Dengan rating dan kemampuan promosi yang unik, ulasan mereka menjadi viral dan mengakibatkan FoMO luar biasa pada masyarakat kita. Tidak cukup sampai disitu, bahkan sistem pre-order pun dilakukan demi memenuhi membludaknya pesanan tersebut. 

Hal ini juga menjadi penyebab mengapa perilaku konsumtif sulit dihilangkan, karena masyarakat terlalu sibuk dengan "apa yang mereka inginkan", bukan "apa yang mereka butuhkan". Solusi untuk mengatasi perilaku konsumtif yaitu dengan membuat skala prioritas sehingga dapat mengurangi pembelian produk skincare yang kurang bermanfaat bagi kebutuhan kulit masing-masing orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun