Mohon tunggu...
Sergius Leski
Sergius Leski Mohon Tunggu... Guru - Self-Learner

Seorang guru yang hobi membaca Kunjungi Blog https://investasimillennial.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mungkinkah Saya dan Anda "Belajar Korupsi?"

6 April 2014   17:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jika mendengar kata "Korupsi" apa yang terbayang dalam benak kita? Pasti mengarah pada "Koruptor," Si pelaku korupsi. Sekarang yang lagi "ngetrend" adalah korupsi para pejabat pemerintah yang sejak dulu hingga sekarang masih eksis dengan aktor-aktor baru yang tumbuh subur layaknya aktor peran di panggung hiburan. Anehnya bakat-bakat muda silih berganti seperti kata pepatah "Mati satu tumbuh seribu." Ada apa gerangan?

Mungkin saya terlalu jauh kalau membahas dunia politik karena saya baru bocah yang sebenarnya tidak ambil pusing dengan dunia politik. Kalau saya bilang, "Saya benci Koruptor?" Jawabannya IYA. Tapi saya juga harus ambil cermin dan bertanya lagi,"Apakah saya ini tidak pernah korupsi?" Korupsi dan koruptor selama ini selalu dikaitkan dengan gunung uang yang diperebutkan kaum tertentu seperti Gunungan yang diperebutkan banyak orang tapi dalam konteks ini lebih tepatnya diperebutkan segelintir orang untuk kepentingan sendiri.

Kembali ke pertanyaan saya sebelumnya, apakah kalian tidak pernah korupsi?

Untuk skala uang miliaran mungkin tidak, bahkan mimpi melihat uang sebanyak itu saja belum pernah. Tapi bukan berarti tidak pernah korupsi dan mungkin saja nilainya mencapai "miliaran." Wow, korupsi apakah gerangan?

Ya, ini masalah "KORUPSI WAKTU". Beberapa waktu lalu saya harus terlihat seperti orang bodoh yang celingak-celinguk menunggu janji dengan seorang teman yang nyaris telat 1 jam dari kesepakatan yang telah di buat. Mungkin sebagian dari kita menganggap hal ini sepele. Baiklah mari kita hitung-hitungan sebentar. Bayangkan kalau sehari saja kita telat 5 menit maka berarti 1 bulan  sama dengan 150 menit dan dalam setahun 1830 menit atau setara dengan 30 hari. Tidak adakah sesuatu yang bisa Anda hasilkan dalam rentang waktu tersebut? Menurut Anda apa yang bisa kita lakukan selama 30 hari itu? Itu baru 5 menit per hari lho, bagaimana kalau lebih? Bagaimana kalau dilakukan bertahun-tahun? Jawablah sendiri dalam hati.

Korupsi waktu seperti apa? Salah satu contohnya adalah budaya "terlambat." Lalu kenapa saya mengatakan kalau terlambat juga termasuk korupsi. Alasannya sederhana saja karena saya merasa membuang waktu dan itu adalah kejahatan kecil yang tanpa kita sadari menimbulkan masalah dikemudian hari. Tidak percaya? Mau bukti?

Ini buktinya !

#1 Menunda pekerjaan

Jelas sekali, korupsi waktu berarti Anda menunda sesuatu, apapun alasannya. Kita dapat melihat bagaimana banyak sesuatu yang tertunda di sekita kita, proyek-proyek yang tertunda akibat uang yang "telat" atau tak kunjung cair atau banyak lagi. Ini bukan hal baru dan cenderung sudah jadi "kebiasaan" lama. Jadi kesannya berusaha menunda sesuatu sedemikian rupa sehingga banyak sisa-sisa pekerjaan yang dulu masih belum terselesaikan sampai saat ini. Lalu bagaimana nasib sesuatu yang ada sekarang bisa dipastikan tidak jelas. Menunda berarti menumpuk masalah di belakang. Lalu apakah ini salah? Saya sejatinya di sini bukan untuk menghakimi tetapi cukup memberi gambaran bagaimana dari korupsi waktu kita bisa menunda hal-hal lain di masa depan. Bayangkan kalau ini sudah menjadi kebiasaan. Bila kita ditanya orang luar, "Kapan Indonesia mau maju?" Haruskah kita menjawab "Nanti aja dech soalnya yang samping belum selesai !"

#2 Melanggar Janji

Ini juga konon sudah tidak asing bagi kita. Janji-janji palsu mungkin sudah akrab menghampiri dan cenderung sudah jadi hal biasa. Pertanyaannya apakah hal ini perlu diteruskan? Semua orang juga pasti jawabannya. Ya, ini seperti pengalaman saya di atas. Jika saya jadi teman saya itu, pasti ini masuk kategori ini. Sekalipun saya meminta maaf itu rasanya tidak akan merubah segalanya. Janji adalah janji dan maaf bukan bagian dari kesepakatan bukan? Tidak mungkin dalam membuat janji kita harus bilang, "Kalau saya telat, maafin saya ya !" Dari hal-hal seperti ini tanpa kita sadari kita belajar melanggar janji yang telah kita buat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun