Mohon tunggu...
Sergius Leski
Sergius Leski Mohon Tunggu... Guru - Self-Learner

Seorang guru yang hobi membaca Kunjungi Blog https://investasimillennial.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Sekilas Cara Berladang (Part 1)

8 April 2014   05:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:56 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Ilustrasi "][/caption] Mungkin dalam benak beberapa orang, kalau mendengar kata ladang erat kaitannya dengan kebakaran hutan. Dalam setidaknya hampir 2 dekade terakhir, kebakaran hutan identik dengan aktivitas berladang. Setahu saya di pulau Jawa, sejauh ini belum saya jumpai ada praktek membuka lahan pertanian dengan cara membakar hutan seperti yang dilakukan di Kalimantan. Lantas sebelum saya memaparkan lebih jauh,tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman saya mengikuti proses berladang tahap demi tahap. Walaupun ini terjadi ketika  saya masih duduk di SD dan SMP (SMA saya tinggal di kota kabupaten) tapi setidaknya saya masih punya kenangan di masa itu. Praktek berladang sudah dijalankan turun temurun sejak zaman nenek moyang, khususnya masyarakat dayak di pedalaman Kalimantan. dan ini sudah menjadi kebudayaan, rutinitas sekaligus mata pencaharian sehari-hari. Proses berladang sendiri memiliki tahap-tahap tertentu. Walaupun tidak ada mata pelajaran berladang dalam mata pelajaran di sekolah tapi pengetahuan ini diajarkan turun temurun sebagai sebuah tradisi dalam  masyarakat. Perlu digaris bawahi bahwa membuka ladang bukan berarti membakar hutan sembarangan secara membabi buta. Dalam prosesnya sendiri berladang memiliki proses harus diikuti dengan benar. Berikut gambaran garis besar proses berladang 1. Menentukan lahan/tempat Dalam menentukan lahan akan di buat ladang ini, tidak selalu merupakan hutan baru yang masih belum terjamah. Bisa saja di tempat tersebut pernah di ambil sebagai ladang beberapa tahun silam, lahan seperti ini dalam bahasa dayak linoh sering disebut dengan "Babas Uma." Pemilik Babas ini juga tidak selalu orang tua atau keluarga si calon pembuat ladang saat ini tetapi bisa jadi kepunyaan orang lain. Oleh karena itu, si calon ini perlu minta izin untuk lahan tersebut. Izinnya tidak ribet seperti mengurus surat menyurat di lembaga kita. Lahan/tempat juga bisa merupakan kebun karet yang sudah tidak produktif lagi. 2. Proses Menebas Bila proses di langkah 1 sudah selesai, waktunya mulai membuka lahan tersebut dengan cara menebas dan membuka lahan itu sendiri. Menebas di sini dapat diartikan menyiangi/membersihkan lahan yang nantinya akan diambil sebagai ladang. Dalam proses ini, biasanya si calon tadi hanya membatasi diri untuk menebangi pohon-pohon kecil dan semak belukar. Biasanya proses ini juga menentukan seberapa besar ladang yang akan dibuat. Alat yang digunakan biasanya adalah parang. 3. Proses Menebang Proses menebang ini biasanya dilakukan setelah masa menebas di atas selesai. Jadi kita sudah punya gambaran batas area/lahan yang ingin dijadikan ladang. Yang tersisa dari proses menebas adalah pohon-pohon besar. Mulai dari sebesar betis sampai yang sebesar drum. Biasanya menggunakan kapak atau beliung. Umumnya menebang ini dilakukan secara gotong royong mengingat pohon-pohon besar yang akan di tebang. Dalam masyarakat suku dayak linoh dikenal dengan istilah "Beari-ari" artinya gotong royong dengan anggota tertentu yang secara bergantian. Jadi misalnya hari ini menebang untuk ladang si A dibantu si B, maka pada gilirannya si A ikut membantu menebang di ladang si B. Intinya saling berbalas satu sama lain. 4. Membuat "Sapat" dan "Jalan Api" Nah, proses ini adalah proses yang amat sangat penting. Mengapa? Karena tujuannya adalah mencegah terjadi kebakaran di luar area/lahan yang akan digunakan. Sapat atau jalur pemisah antara ladang dengan area luar ladang ini sendiri lebarnya biasa 1 sampai 2 meter. Biasanya proses nyapat ini menggunakan cangkul sebab biasanya jika terdapat akar serabut atau tumpukan daun yang berada pada jalur ini akan di angkat dan disingkirkan. Jadi diharapkan api tidak akan menjalar melewati media seperti akar dan daun tadi. Sedangkan jalan api sendiri biasanya dibuat seperti jalur-jalur membujur di luar ladang tadi. Gunanya bila api melewati sapat tadi kita setidaknya akan tahu kemana arahnya sehingga memudahkan untuk diantisipasi. 5. Cara dan Waktu membakar Ladang Cara dan waktu pelaksanaan bakar ladang tidak sembarang dilakukan. Tujuannya agar tidak terjadi yang kebakaran hutan di luar area ladang. Biasanya membakar ladang ini juga melibatkan banyak orang setidaknya belasan orang. Peralatan yang digunakan mulai dari ember sampai alat semprot yang dipakai untuk menyemprot racun/hama. Membuka ladang kadang juga mempertimbangkan sumber air baik itu untuk membakar ladang maupun untuk keperluan sehari-hari di ladang tersebut nantinya. Waktu yang tepat biasanya pada sore hari menjelang magrib karena biasanya angin tidak bertiup dengan kencang. Adapun cara membakarnya adalah dengan cara mengelilingi area ladang tersebut. Api harus dihidupkan hampir serentak di sisinya, tujuannya adalah agar nanti apinya akan bertemu di tengah. Tinggi api ketika bertemu jadi satu nanti bisa jadi setinggi gedung tingkat 2 atau lebih. Bayangkan dengan nyala sebesar itu mengarah ke sisi tertentu. Selama proses membakar, api perlahan mulai berjalan ke tengah sementara kita mengontrol api dari sapat yang telah dibuat sebelumnya. Kita hanya mengawasi jangan sampai api mulai membakar sapat apalagi melewatinya. Makanya penting untuk benar-benar membersihkan jalur ini dan pertimbangan lebarnya sebab mungkin saja ada bunga-bunga api yang terbang melewatinya. Oleh karena itu, di tepi "Sapat" biasanya segera di semprot atau disiram dengan air. Tidak jarang ranting pohon segar dan banyak daunnya dijadikan sebagai media memadamkan api di pinggir sapat itu. Biasanya proses membakar ini sendiri memakan waktu 2 jam atau lebih. Setelah api mulai mengecil, selain pemilik ladang, bisa saja pulang sementara pemilik lahan masih tinggal dan berkeliling untuk mengontrol apakah ada api yang mencoba melewati Sapat. Dan biasanya baru pulang ketika api mulai berangsur-angsur padam, kira-kira jam 10an malam. Pada beberapa kasus mungkin ada api yang melewati sapat dan membakar area di luar ladang itu sendiri. Saya pernah mengalami hal ini, dan waktu itu api sempat membakar beberapa pohon karet tetapi masih bersyukur api dapat bisa dipadamkan. Hal itu dikarenakan dilakukan pada jam 2 siang dan angin bertiup kencang. Melihat proses di atas, setidaknya pembaca punya sudah punya gambaran bagaimana urutan tahap-tahap proses para peladang untuk  menggarap sebuah lahan yang dijadikan lahan serta bagaimana cara mengantisipasi agar tidak terjadi kebakaran hutan. Karena bagaimana pun juga membakar lahan diluar ladang ada hukum sendiri dan telah diatur dalam hukum adat. Nah itu tadi proses membuka ladang sampai proses membakar ladang. Proses selanjutnya akan saya tulis di artikel yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun