Mohon tunggu...
Ndiken Sergi
Ndiken Sergi Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Almasuh - Papua

Tulis dan Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kisruh Malind Anim Menjelang Pilkada Kabupaten Merauke 2020

9 Juli 2020   09:48 Diperbarui: 9 Juli 2020   21:03 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya tidak tau, yang terjadi mungkin Malind tipu Malind." kalimat yang menjelaskan masa kepemimpinan bupati anak-anak Malind, mulai dari Bapak T.M. Gebze, Bpk Johanes Gluba Gebze, Bpk Romanus Mbaraka, dan Bpk Frederikus Gebze. Tetapi menurut ketua LMA Kabupaten Merauke tidak ada perubahan.

Saya terjemahkan kata perubahan itu merujuk pada eksistensi Malind Anim pada semua bidang kehidupan. Selama masa kepemimpinan para bupati Malind Anim, tidak ada perubahan drastis dari kehidupan Malind Anim diatas tanah leluhurnya sendiri.  Perubahan ke arah yang lebih baik.

Perubahan terkait indeks pembangunan manusia Malind. Yang meliputi angka harapan hidup, angka harapan sekolah, taraf hidup ; konsumsi rumah tangga, dan rata-rata pendidikan. Diperparah lagi dengan pencaplokan hutan-hutan adat Malind Anim untuk keperluan investasi agribisnis dalam skala besar. Terjadi perampasan secara sistematis, terstruktur dan massif.

Perubahan-perubahan tersebut tidak terjadi pada saat putra-putra terbaik Malind Anim menduduki tampuk kekuasaan sebagai Kepala Daerah Kabupaten Merauke. Malah yang terjadi adalah semua ruang-ruang hidup dimonopoli, dikuasai, dan didominasi oleh orang non Papua. Implikasinya ruang hidup Malind Anim semakin sempit, mengecil dan menuju ambang kepunahan secara sistematis, terstruktur, dan massif.  

Di Pasar Mopah Baru, kita masih melihat Orang Asli Papua (Malind Anim) berjualan di tanah. Beralaskan daun pisang dan karung. Komoditas jualan mereka masih tetap sama. Sementara dikiri dan kanan jalan berdiri, kios-kios pedagang orang non Papua. Orang Asli Papua (Malind Anim ) masih mengalami kesusahan dalam akses permodalan.

Padahal dana otonomi khusus yang dikucurkan untuk ekonomi kerakyaatan berbasis kerafian lokal nilainya mencapai puluhan milyar untuk satu kabupaten dalam satu tahun. 

Pesan tersebut sekaligus menjadi kritik pedas kepada Malind Anim diatas tanah leluhurnya sendiri. Jangan kita menari-nari diatas penderitaan rakyat kecil. Sementara kita sibuk melayani konstalasi dan dinamika politik untuk mengamankan kantong-kantong pribadi. Orang Asli Papua (Malind Anim) mereka sedang jalan pungut kaleng-kaleng bekas untuk dijual. Bahkan sebagian sudah jadi pengemis dipinggir jalan.

Pertanyaan apa yang salah dengan kepemimpinan putra-putra terbaik Malind Anim ?

Lantas kemudian kita langsung menyalahkan, bahwa ini mutlak salah bupati, sebagai kepala daerah ? tidak mesti demikian, sebab pemerintahan suatu daerah tidak bisa berjalan tanpa ada pengawasan dari lembaga legislative atau DPRD Kabupaten Merauke.

Dengan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran, maka sepak terjang eksekutif akan tetap dalam radar pantauwan DPRD. Artinya anggota DPRD yang merupakan penyambung lidah "kaum tak bersuara" seharusnya berani menegur eksekutif dengan fungsi pengawasannya, ketika ada persoalan yang terjadi di masyarkat akar rumput.

Pada saat arus migrasi spontan yang masuk ke Kota Merauke, melalui jalur laut dan udara sudah tidak terkontrol, maka harus ada upaya dari DPRD untuk memproteksi penduduk Kabupaten Merauke dengan membuat regulasi berupa Perda tentang pengendalian dan pengontrolan jumlah arus masuk penduduk. Kemudian diimplementasikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun