Seputaran kota merauke di penuhi oleh baliho para caleg (calon anggota legislatif) dari berbagai partai politik. Baliho - baliho tersebut di pajang pada tempat - tempat yang sudah di tentukan oleh KPU Kabupaten Merauke.Â
Fenomena tersebut dalam rangka menyambut Pemilihan Umum pada tanggal 17 April 2019. Pemilihan Umum tersebut dilakukan serentak untuk memilih wakil rakyat di DPD, DPRRI, DPR,DPRD, Presiden dan Wakil Presiden.Â
Ada hal menarik dari fenomena baliho - baliho tersebut untuk tidak kita lewatkan bersama, yakni baliho caleg  orang papua sangat minoritas dibandingkan baliho caleg non papua. Apakah ada kolerasinya nanti dengan perolehan suara kursi papua dan non papua di DPRD kabupaten Merauke ?
Berbagai strategi dan manuver politik di lakukan para caleg untuk mendapatkan dukungan suara dari warga masyarakat. Kegiatan bakti sosial, pemberian sumbangan, seminar, tatap muka dengan warga masyarakat untuk menyerap aspirasi, dan lain sebagainya.Â
Kegiatan -- kegiatan tersebut dilakukan pada wilayah yang menjadi tempat daerah pemilihan para caleg, dengan harapan untuk lebih tepat sasaran. Pertanyaan pentingnya adalah, apakah kegiatan - kegiatan pada daerah pemilihan tersebut bersifat kesinambungan, atau hanya dilakukan menjelang Pemilu Legislatif saja ?
=> Caleg Papua VS Caleg Non Papua
Daerah pemilihan pada kabupaten merauke dibagi menjadi lima dapil. Dapil satu, meliputi Kelurahan Bambu Pemali, Samkai, Mandala, Karang Indah, Seringgu Jaya, Muli, serta Buti untuk memperebutkan enam kursi anggota dewan. Dapil dua mencakupi Kelurahan Maro, Kelapa Lima, Rimba Jaya, Kamahedoga, Kamundu, Wasur, Nasem Bokem, serta Nggolar merebut tujuh kursi.Â
Dapil tiga meliputi Semangga, Tanah Miring, dan Kurik merebut  empat kursi. Dapil empat meliputi Kimaam, Okaba, Tabonji, Ilwayab, Waan, Ngguti, Tubang, Kaptel, Anim Ha, serta Malind merebut enam kursi. Dapil lima, Muting, Ulilin, Elikobel, Sota, Jagebob, serta Naukenjerai untuk merebut empat kursi.
Para calon anggota legislative (caleg) dari 16 Partai Politik ini, akan memperebutkan sekitar 30 kursi legislatif di DPRD Kabupaten Merauke. Calon anggota legislative orang asli papua berjumlah 126 dari 16 partai politik dan tersebar pada lima dapil pemilihan. Â
Jumlah caleg orang asli papua yang tersebar pada daerah pemilihan adalah Dapil Satu; 14 orang, Dapil Dua; 39 orang, Dapil Tiga; 18 orang, Dapil Empat; 40 orang, dan Dapil Lima; 15 orang. Jumlah caleg yang ditetapkan KPU Merauke adalah 437 orang. Artinya calon tetap anggota legislative non papua berjumlah 311 orang dan calon anggota tetap legislative asli papua berjumlah 126 orang.Â
Kalau tidak salah jumlah suara yang harus diperoleh untuk mendapatkan satu kursi adalah  2000 suara. Mengingat suara mayoritas tersebut akan dikonfigurasikan dengan beberapa aturan main yang baru dalam pemilu saat ini.Â
Pada pemilu 2019 KPU akan menggunakan System Saint League Murni, sehingga aturan main ini berbeda dengan pemilu sebelumnya dalam hal penetapan jumlah kursi setiap partainya. Pada system ini, caleg dengan nomor urut tidak lagi berpengaruh, tetapi caleg dengan suara terbanyak yang akan lolos.
Lebih jauh lagi, jumlah penduduk di Kabupaten Merauke menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 adalah  223.389 jiwa. Didalam data BPS tidak dicantumkan berapa jumlah penduduk asli papua dan berapa jumlah penduduk non papua.Â
Sangat mengherankan kenapa lembaga Negara resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS) tidak mencantumkan secara rinci dan mendetail mengenai data jumlah penduduk asli papua yang ada di Kabupaten Merauke.Â
Apakah hal ini memang di sengaja ? sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui perkembangan jumlah penduduk asli papua. Kita semua tidak menginginkan carita sejarah punahnya suku Indian Amerika dan punahnya suku Aborigin Ausralia, terulang kembali di  papua khusunya Kabupaten Merauke.
Selain itu, daerah pemilihan yang dianggap penduduk non papuanya mayoritas adalah, Dapil 1 Dapil 2 Dan Dapil 3. Sedangkan dapil 4 dan 5 dianggap sebagai dapil yang berprospek bagi celeg OAP karena dianggap penduduk asli nya masih mayoritas atau setara dengan penduduk non papua.Â
Sehingga diwacanakan dapil 4 dan 5 harus dijadikan dapil khusus bagi caleg OAP. Karena selama beberapa decade terakhir ini, kursi anggota DPRD kabupaten merauke untuk OAP selalu tidak lebih dari 5 kursi. Terakhir, dari anggota DPRD kabupaten merauke periode 2014 - 2019 yang berjumlah 30 kursi, orang asli papua hanya mendapatkan jatah 2 kursi.Â
Pertanyaanya bagaimana mungkin dua orang ini memperjuangkan hak - hak dasar orang asli papua sesuai dengan semangat UU Otsus ? dengan kata lain kehidupan orang asli papua yang ada di Kabupaten Merauke diatur oleh anggota DPRD Â non papua, dan lebih parah lagi peristiwa ini terjadi di erah Otonomi Khusus yang memberikan kekhususan bagi orang asli papua. Â
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pemerintah daerah sengaja membiarakan fenomena ini terjadi ? atau para pemimpin di kabupaten merauke hanya sibuk mengurus kekuasaanya ?
Realitas ini yang menjadi dasar diwacanakanya dapil khusus untuk caleg Orang Aasli Papua. Tetapi belakangan ini perkembangannya tidak mencapai titik terang. Pertanyaanya jika usulan dapil khusus di tolak KPU, kenapa cara pemilihan dengan menggunakan System Noken dapat diterima KPU ?Â
=> Regulasi Berlandaskan Semangat UU Otsus
Semangat Undang Undang Otonomi Khusus adalah, Keberpihakan, Perlindungan dan Pemberdayaan  kepada masyarakat asli papua. Semangat UU Otsus tersebut harus diresapi oleh para wakil rakyat yang duduk di gedung DPRD Kabupten Merauke dalam menjalankan kerja, pelayanan dan pengabdiannya kepada masyarakat. Sehingga fungsi Legislasi, Pengawasan, dan Anggaran dapat diterjemahkan dengan baik dan penuh rasa tanggun jawab sesuai amanat UU Otsus. Â
Sala satu tugas dari DPRD adalah, membuat dan menetapkan Undang -Undang ; Peraturan Daerah (Perda). Peraturan Daerah ini, dapat di buat berdasarkan inisiatif Legislatif melalui usulan di DPRD sesuai dengan mekanisme yang ada, Â atau inisiatif Eksekutif melalui usulan dari OPD (organisasi perangkat daerah) yang bersangkutan.Â
Diharapkan kedua lembaga Negara ini (eksekutif dan legislatif) telah membuat Regulasi; Peraturan Daerah berlandaskan semangat UU Otsus di lingkungan Pemda Kabupaten Merauke.
Peraturan Daerah (Perda) berlandaskan semangat tersebut harus dapat diterjemahkan kedalam beberapa aspek, Sosial, Politik, Perekonomian, Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan, Kependudukan dan Ketenagakerjaan, serta Perlindungan Masyarkat Adat.Â
Pertanyaanya apakah DPRD Kabupten Merauke telah membuat Perda tentang Perlindungan, Pemberdayaan, dan Keberpihakan kepada masyarakat adat ? Â apakah DPRD Kabupaten Merauke telah membuat Perda tentang Pemberdayaan, Keberpihakan, dan Perlindungan kepada ekonomi penduduk asli papua setempat ? apakah DPRD Kabupaten Merauke telah membuat Perda tentang pembatasan, pengendalian, dan pengawasan terhadap jumlah arus masuk penduduk (migran) ke merauke ?Â
Apakah DPRD Kabupaten Merauke telah membuat Perda tentang Pemberdayaan, Perlindungan, dan Keberpihakan kepada tenaga kerja penduduk asli papua ? atau orang asli papua di Kabupaten Merauke diberikesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan semua jenis perkerjaan yang ada di Kabupaten Merauke ? dan Peraturan daerah lainya yang dibuat berdasarkan semangat UU Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua. Apakah DPRD Kabupaten Merauke talah membuat Perda tentang hal - hal tersebut ?Â
Tidak hanya legislative tetapi diharapkan eksekutif juga harus dapat mengusulkan dan membuat regulasi; Peraturan Daerah yang berlandaskan semangat Keberpihakan, Pemberdayaan, dan Perlindungan kepada orang asli papua yang ada di Kabupaten Merauke.Â
Pemerintah Daerah Kabupten Merauke harus sadar akan hal tersebut. Sehingga penduduk papua asli Kabupaten Merauke khusunya Marind Anim, tidak tersingkir secara sistematis, terstruktur, dan pada akhirnya musnah dalam segala aspek bidang kehidupan.Â
" Seperti Pdt. Dr. Benny Giay, sampaikan kepada Presiden RI, H. Dr. Susilo Bambang Yudoyono pada Desember 2011 di Cikeas bahwa:" Bapak Presiden, kalau kami rakyat Papua masih tetap dalam Indoenesia, 50 tahun kedepan kami akan habis di atas tanah leluhur kami. " ( Socratez Sofyan Yoman, Otonomi Khusus Papua Telah Gagal, Cenderawasih Press, 2012, halaman 140).
Oleh : Pejuang Pena
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H